BAB I TRINITAS
(Satu Tuhan
dalam Tiga Pribadi)
1.
Kesalahan persepsi dan tentang Trinitas (Allah
Tritunggal Maha Kudus).
Banyak orang yang mempertanyakan
ajaran tentang Trinitas, bahkan banyak orang yang bukan Kristen mengatakan
bahwa orang Kristen percaya akan tiga Tuhan. Tentu saja hal ini tidak benar,
sebab iman Kristiani mengajarkan Allah yang Esa.
Namun bagaimana mungkin Allah yang
Esa ini mempunyai tiga Pribadi? Untuk memahami hal ini memang diperlukan
keterbukaan hati untuk memandang Allah dari sudut pandang yang mengatasi pola
berpikir manusia. Jika kita berkeras untuk membatasi kerangka berpikir kita,
bahwa Allah harus dapat dijelaskan dengan logika manusia semata-mata, maka kita
membatasi pandangan kita sendiri, sehingga kehilangan kesempatan untuk melihat
gambaran yang lebih luas tentang Allah. Kita mencukupkan diri kita dengan
pandangan Allah yang logis menurut pikiran kita dan tanpa kita sadari kita
menolak tawaran Allah agar kita lebih dapat mengenal DiriNya yang sesungguhnya.
Walaupun kita mengetahui bahwa
konsep Trinitas ini tidak dapat dijelaskan hanya dengan akal, bukan berarti
bahwa Allah Tritunggal ini adalah konsep yang sama sekali tidak masuk akal.
Berikut ini adalah sedikit uraian bagaimana kita dapat mencoba memahami
Trinitas, walaupun pada akhirnya harus kita akui bahwa adanya tiga Pribadi
dalam Allah yang Satu ini merupakan misteri yang tidak cukup kita jelaskan
dengan akal, sebab jika dapat dijelaskan dengan tuntas, maka hal itu tidak lagi
menjadi misteri.
St. Agustinus bahkan mengatakan,
“Kalau engkau memahami-Nya, Ia bukan lagi Allah”. Sebab
Allah jauh melebihi manusia dalam segala hal, dan meskipun Ia telah mewahyukan
Diri, Ia tetap tinggal sebagai rahasia/ misteri yang tak terucapkan. Di sinilah
peran iman, karena dengan iman inilah kita menerima misteri Allah yang
diwahyukan dalam Kitab Suci, sehingga kita dapat menjadikannya sebagai dasar
pengharapan, dan bukti dari apa yang tidak kita lihat (lih. Ibr. 11:1-2). Agar
dapat sedikit menangkap maknanya, kita perlu mempunyai keterbukaan hati. Hanya
dengan hati terbuka, kita dapat menerima rahmat Tuhan, untuk menerima rahasia
Allah yang terbesar ini; dan hati kita akan dipenuhi oleh ucapan syukur tanpa
henti.
Mungkin kita pernah mendengar orang
yang menjelaskan konsep Allah Tritunggal dengan membandingkan-Nya dengan matahari:
yang terdiri dari matahari itu sendiri, sinar, dan panas. Atau dengan
sebuah segitiga, di mana Allah Bapa, Allah Putera, dan Allah Roh Kudus
menempati masing-masing sudut, namun tetap dalam satu segitiga. Bahkan ada yang
mencoba menjelaskan, bahwa Trinitas adalah seperti kopi, susu, dan gula, yang
akhirnya menjadi susu kopi yang manis. Penjelasan
yang menggunakan analogi ini memang ada benarnya, namun sebenarnya tidak cukup,
sehingga sangat sulit diterima oleh orang-orang non-Kristen. Apalagi dengan
perkataan, ‘pokoknya percaya saja’, ini juga tidak dapat memuaskan orang yang
bertanya. Jadi jika ada orang yang bertanya, apa dasarnya kita percaya pada
Allah Tritunggal, sebaiknya kita katakan, “karena Allah melalui Yesus
menyatakan Diri-Nya sendiri demikian”, dan hal ini kita ketahui dari Kitab
Suci.
Doktrin Trinitas atau Allah
Tritunggal Maha Kudus adalah pengajaran bahwa Tuhan adalah SATU, namun terdiri dari TIGA pribadi: 1) Allah
Bapa (Pribadi pertama), 2) Allah Putera (Pribadi kedua), dan Allah Roh Kudus
(Pribadi ketiga). Karena ini adalah iman utama kita, maka kita harus dapat
menjelaskannya lebih daripada hanya sekedar menggunakan analogi matahari,
segitiga, maupun kopi susu.
2.
Pembuktian
akan Allah Tritunggal
2.1.
Dasar dari Kitab Suci dan pengajaran
Gereja
Yesus
menunjukkan persatuan yang tak terpisahkan dengan Allah Bapa, “Aku dan Bapa
adalah satu” (Yoh 10:30); “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat
Bapa…” (Yoh 14:9). Di dalam doa untuk murid-murid sebelum sengsara-Nya, Dia
berdoa kepada Bapa, agar semua murid-Nya menjadi satu, sama seperti Bapa di
dalam Dia dan Dia di dalam Bapa (lih. Yoh 17: 21). Dengan demikian Yesus menyatakan Diri-Nya sama dengan Allah:
Ia adalah Allah. Hal ini mengingatkan kita akan pernyataan Allah Bapa
sendiri, tentang ke-Allahan Yesus sebab Allah Bapa menyebut Yesus sebagai
Anak-Nya yang terkasih, yaitu pada waktu pembaptisan Yesus (lih. Luk 3: 22) dan
pada waktu Yesus dimuliakan di atas gunung Tabor (lih. Mat 17:5).
Yesus juga menyatakan keberadaan
Diri-Nya yang telah ada bersama-sama dengan Allah Bapa sebelum penciptaan dunia
(lih. Yoh 17:5). Kristus adalah sang Sabda/ Firman, yang ada bersama-sama
dengan Allah dan Firman itu adalah
Allah, dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan (Yoh 1:1-3). Tidak mungkin Yesus menjadikan segala
sesuatu, jika Ia bukan Allah sendiri.
Selain menyatakan kesatuan-Nya
dengan Allah Bapa, Yesus juga menyatakan kesatuan-Nya dengan Roh Kudus, yaitu
Roh yang dijanjikan-Nya kepada para murid-Nya dan disebutNya sebagai Roh
Kebenaran yang keluar dari Bapa, (lih. Yoh 15:26). Roh ini juga adalah Roh
Yesus sendiri, sebab Ia adalah Kebenaran (lih. Yoh 14:6). Kesatuan ini
ditegaskan kembali oleh Yesus dalam pesan terakhir-Nya sebelum naik ke surga,
“…Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus…”(Mat
28:18-20).
Selanjutnya, kita melihat pengajaran
dari para Rasul yang menyatakan kembali pengajaran Yesus ini, contohnya, Rasul
Yohanes yang mengajarkan bahwa Bapa,
Firman (yang adalah Yesus Kristus), dan Roh Kudus adalah satu (lih 1 Yoh
5:7); demikian juga pengajaran Petrus (lih. 1 Pet:1-2; 2 Pet 1:2); dan Paulus
(lih. 1Kor 1:2-10; 1Kor 8:6; Ef 1:3-14). Rasul Paulus
2.2.
Dasar dari Pengajaran Bapa Gereja
Para Rasul
mengajarkan apa yang mereka terima dari Yesus, bahwa Ia adalah Sang Putera
Allah, yang hidup dalam kesatuan dengan Allah Bapa dan Allah Roh Kudus. Iman
akan Allah Trinitas ini sangat nyata pada Tradisi umat Kristen pada abad-abad
awal.
2.2.1.
St. Paus Clement dari Roma
(menjadi Paus tahun 88-99):
“Bukankah kita mempunyai satu Tuhan, dan satu Kristus, dan satu Roh Kudus yang
melimpahkan rahmat-Nya kepada kita?”
2.2.2.
St. Ignatius dari
Antiokhia (50-117)
Membandingkan jemaat dengan batu
yang disusun untuk membangun bait Allah Bapa; yang diangkat ke atas oleh
‘katrol’ Yesus Kristus yaitu Salib-Nya dan oleh ‘tali’ Roh Kudus.
“Ignatius, juga disebut Theoforus, kepada Gereja di Efesus di Asia… yang
ditentukan sejak kekekalan untuk kemuliaan yang tak berakhir dan tak berubah,
yang disatukan dan dipilih melalui penderitaan sejati oleh Allah Bapa di dalam Yesus
Kristus Tuhan kita.”
“Sebab Tuhan kita, Yesus Kristus,
telah dikandung oleh Maria seturut rencana Tuhan: dari keturunan Daud, adalah
benar, tetapi juga dari Roh Kudus.”
“Kepada Gereja yang terkasih dan diterangi kasih Yesus Kristus, Tuhan kita, dengan kehendak Dia yang telah
menghendaki segalanya yang ada.”
2.2.3.
St. Polycarpus (69-155),
Dalam doanya sebelum ia dibunuh
sebagai martir, “… Aku memuji Engkau (Allah Bapa), …aku memuliakan Engkau,
melalui Imam Agung yang ilahi dan surgawi, Yesus Kristus, Putera-Mu yang terkasih, melalui Dia dan bersama Dia, dan Roh Kudus, kemuliaan bagi-Mu
sekarang dan sepanjang segala abad. Amin.”
2.2.4.
St. Athenagoras (133-190):
“Sebab, … kita mengakui satu Tuhan, dan PuteraNya yang adalah
Sabda-Nya, dan Roh Kudus yang bersatu dalam satu kesatuan, -Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus.”
2.2.5.
Aristides sang filsuf
[90-150 AD] dalam The Apology
“Orang- orang Kristen, adalah mereka
yang, di atas segala bangsa di dunia, telah menemukan kebenaran, sebab mereka
mengenali Allah, Sang Pencipta segala
sesuatu, di dalam Putera-Nya yang
Tunggal dan di dalam Roh Kudus.
2.2.6.
St. Irenaeus (115-202):
“Sebab bersama Dia (Allah Bapa) selalu hadir Sabda dan kebijaksanaan-Nya, yaitu
Putera-Nya dan Roh Kudus-Nya, yang dengan-Nya dan di dalam-Nya, …Ia
menciptakan segala sesuatu, yang kepadaNya Ia bersabda, “Marilah menciptakan
manusia sesuai dengan gambaran Kita.”
“Sebab Gereja, meskipun tersebar di
seluruh dunia bahkan sampai ke ujung bumi, telah menerima dari para rasul dan
dari murid- murid mereka iman di dalam
satu Tuhan, Allah Bapa yang Mahabesar, Pencipta langit dan bumi dan
semua yang ada di dalamnya; dan di
dalam satu Yesus Kristus, Sang Putera Allah, yang menjadi daging bagi
keselamatan kita, dan di dalam Roh
Kudus, yang [telah] mewartakan melalui para nabi, ketentuan ilahi dan
kedatangan, dan kelahiran dari seorang perempuan, dan penderitaan dan
kebangkitan dari mati dan kenaikan tubuh-Nya ke surga dari Kristus Yesus Tuhan
kita, dan kedatangan-Nya dari surga di dalam kemuliaan Allah Bapa untuk
mendirikan kembali segala sesuatu, dan membangkitkan kembali tubuh semua umat
manusia, supaya kepada Yesus Kristus
Tuhan dan Allah kita, Penyelamat dan Raja kita, sesuai dengan kehendak
Allah Bapa yang tidak kelihatan, setiap lutut bertelut dari semua yang di surga
dan di bumi dan di bawah bumi ….”
“Namun demikian, apa yang tidak
dapat dikatakan oleh seorangpun yang hidup, bahwa Ia [Kristus] sendiri adalah sungguh Tuhan dan Allah … dapat dilihat oleh mereka yang telah
memperoleh bahkan sedikit bagian kebenaran”
2.2.7.
St. Clement dari
Alexandria [150-215 AD] dalam Exhortation to the Heathen (Chapter 1)
“Sang Sabda, Kristus, adalah
penyebab, dari asal mula kita -karena Ia ada di dalam Allah- dan penyebab dari
kesejahteraan kita. Dan sekarang, Sang Sabda yang sama ini telah menjelma
menjadi manusia. Ia sendiri adalah
Tuhan dan manusia, dan sumber dari semua yang baik yang ada pada kita”.
“Dihina karena rupa-Nya namun
sesungguhnya Ia dikagumi, [Yesus adalah], Sang Penebus, Penyelamat, Pemberi
Damai, Sang Sabda, Ia yang jelas adalah
Tuhan yang benar, Ia yang setingkat
dengan Allah seluruh alam semesta sebab Ia adalah Putera-Nya.”
2.2.8.
St. Hippolytus [170-236 AD]
dalam Refutation of All Heresies (Book IX)
“Hanya Sabda Allah [yang] adalah dari diri-Nya sendiri dan karena itu
adalah juga Allah, menjadi substansi
Allah.
“Sebab Kristus adalah Allah di atas segala sesuatu, yang telah
merencanakan penebusan dosa dari umat manusia …
2.2.9.
Tertullian [160-240
AD] dalam Against Praxeas
“Bahwa ada dua allah dan dua Tuhan
adalah pernyataan yang tidak akan keluar dari mulut kami; bukan seolah Bapa dan
Putera bukan Tuhan, ataupun Roh Kudus bukan Tuhan…; tetapi keduanya disebut
sebagai Allah dan Tuhan, supaya ketika Kristus datang, Ia dapat dikenali sebagai Allah dan disebut Tuhan, sebab Ia adalah
Putera dari Dia yang adalah Allah dan Tuhan.”
2.2.10.
Origen [185-254
AD] dalam De Principiis (Book IV)
“Meskipun Ia [Kristus] adalah Allah, Ia menjelma menjadi daging, dan dengan
menjadi manusia, Ia tetap adalah Allah.”
2.2.11.
Novatian [220-270
AD] dalam Treatise Concerning the Trinity
“Jika Kristus hanya manusia saja,
mengapa Ia memberikan satu ketentuan kepada kita untuk mempercayai apa yang
dikatakan-Nya, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal
Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah
Engkau utus.” (Yoh 17:3). Bukankah Ia menghendaki agar diterima sebagai Allah
juga? Sebab jika Ia tidak menghendaki agar dipahami sebagai Allah, Ia sudah
akan menambahkan, “Dan manusia Yesus Kristus yang telah diutus-Nya,” tetapi
kenyataannya, Ia tidak menambahkan ini, juga Kristus tidak menyerahkan
nyawa-Nya kepada kita sebagai manusia saja, tetapi satu diri-Nya dengan Allah,
sebagaimana Ia kehendaki agar dipahami oleh persatuan ini sebagai Tuhan juga,
seperti adanya Dia. Karena itu kita harus percaya, seusai dengan ketentuan
tertulis, kepada Tuhan, satu Allah yang
benar, dan juga kepada Ia yang
telah diutus-Nya, Yesus Kristus, yang, …tidak akan menghubungkan
Diri-Nya sendiri kepada Bapa, jika Ia tidak menghendaki untuk dipahami sebagai
Allah juga. Sebab [jika tidak] Ia akan memisahkan diri-Nya dari Dia [Bapa],
jika Ia tidak menghendaki untuk dipahami sebagai Allah.”
2.2.12.
St. Cyprian of Carthage [200-270 AD]
dalam Treatise 3
“Seseorang yang menyangkal bahwa
Kristus adalah Tuhan tidak dapat menjadi bait Roh Kudus-Nya …”
2.2.13.
Lactantius [290-350 AD]
dalam The Epitome of the Divine Institutes
“Ia telah menjadi baik Putera Allah
di dalam Roh dan Putera manusia di dalam daging, yaitu baik Allah maupun
manusia.
“Seseorang mungkin bertanya,
bagaimana mungkin, ketika kita berkata bahwa kita menyembah hanya satu Tuhan,
namun kita menyatakan bahwa ada dua, Allah Bapa dan Allah Putera, di mana
penyebutan ini telah menyebabkan banyak orang jatuh ke dalam kesalahan yang
terbesar … [yang berpikir] bahwa kita mengakui adanya Tuhan yang lain, dan
bahwa Tuhan yang lain itu adalah yang dapat mati …. [Tetapi] ketika kita bicara
tentang Allah Bapa dan Allah Putera, kita tidak bicara tentang Mereka sebagai
satu yang lain dari yang lainnya, ataupun kita memisahkan satu dari lainnya,
sebab Bapa tidak dapat eksis tanpa
Putera dan Putera tidak dapat dipisahkan dari Bapa.”
2.2.14.
St. Athanasius (296-373),
“Sebab Putera ada di dalam Bapa… dan Bapa ada di dalam Putera…. Mereka
itu satu, bukan seperti sesuatu yang dibagi menjadi dua bagian namun dianggap
tetap satu, atau seperti satu kesatuan dengan dua nama yang berbeda… Mereka
adalah dua,(dalam arti) Bapa adalah Bapa dan bukan Putera, demikian halnya
dengan Putera… tetapi kodreat/ hakekat
mereka adalah satu (sebab anak selalu mempunyai hakekat yang sama dengan
bapanya), dan apa yang menjadi milik BapaNya adalah milik Anak-Nya.”
2.2.15.
St. Agustinus (354-430),
“… Allah Bapa dan Putera dan Roh Kudus adalah kesatuan ilahi yang
erat, yang adalah satu dan sama
esensinya, di dalam kesamaan yang tidak dapat diceraikan, sehingga
mereka bukan tiga Tuhan, melainkan satu Tuhan: meskipun Allah Bapa telah
melahirkan (has begotten) Putera, dan Putera lahir dari Allah Bapa, Ia
yang adalah Putera, bukanlah Bapa, dan Roh Kudus bukanlah Bapa ataupun Putera,
namun Roh Bapa dan Roh Putera; dan Ia sama (co-equal) dengan Bapa dan
Putera, membentuk kesatuan Tritunggal. ”
Dalam bukunya, On the Trinity
(Book XV, ch. 3), St. Agustinus menjabarkan ringkasan tentang konsep Trinitas.
Secara khusus ia memberi contoh beberapa trilogi untuk menggambarkan Trinitas,
yaitu:
seorang pribadi yang mengasihi,
pribadi yang dikasihi dan kasih itu sendiri. trilogi pikiran manusia, yang terdiri dari pikiran (mind),
pengetahuan (knowledge) yang
olehnya pikiran mengetahui dirinya sendiri, dan kasih (love) yang olehnya pikiran
dapat mengasihi dirinya dan pengetahuan akan dirinya. ingatan (memory), pengertian
(understanding) dan keinginan (will). Seperti pada saat kita
mengamati sesuatu, maka terdapat tiga hal
yang mempunyai satu esensi, yaitu gambaran benda itu dalam ingatan/ memori kita, bentuk yang ada di
pikiran pada saat kita melihat benda
itu dan keinginan kita untuk menghubungkan keduanya.
Khusus untuk point yang ketiga ini
kita dapat melihat contoh lain sebagai berikut: jika kita mengingat sesuatu,
misalnya menyanyikan lagu kesenangan, maka terdapat 3 hal yang terlibat, yaitu,
kita mengingat lagu itu dan liriknya dalam memori/ ingatan kita, kita
mengetahui atau memikirkan dahulu tentang lagu itu dan kita menginginkan untuk
melakukan hal itu (mengingat, memikirkan-nya) karena kita menyukainya. Nah, ketiga hal ini berbeda satu sama lain, namun
saling tergantung satu dengan yang lainnya, dan ada dalam kesatuan yang tak
terpisahkan. Kita tidak bisa menyanyikan lagu itu, kalau kita tidak
mengingatnya dalam memori; atau kalau kita tidak mengetahui lagu itu sama
sekali, atau kalau kita tidak ingin mengingatnya, atau tidak ingin mengetahui
dan menyanyikannya.
2.3.
Pengajaran Gereja: Dogma tentang Tritunggal Maha Kudus
Syahadat
‘Aku Percaya’ menyatakan bahwa rahasia sentral iman Kristen adalah Misteri
Allah Tritunggal. Maka Trinitas adalah dasar
iman Kristen yang utama
yang disingkapkan dalam diri Yesus. Seperti kita ketahui di atas, iman kepada
Allah Tritunggal telah ada sejak zaman Gereja abad awal, karena didasari oleh
perkataan Yesus sendiri yang disampaikan kembali oleh para murid-Nya. Jadi,
tidak benar jika doktrin ini baru ditemukan dan ditetapkan pada Konsili
Konstantinopel I pada tahun 359! Yang benar ialah: Konsili Konstantinopel I
mencantumkan pengajaran tentang Allah Tritunggal secara tertulis, sebagai
kelanjutan dari Konsili Nicea (325), dan
untuk menentang heresies (ajaran sesat) yang berkembang pada abad ke-3
dan ke-4, seperti Arianisme (oleh Arius 250-336, yang menentang kesetaraan
Yesus dengan Allah Bapa) dan Sabellianisme (oleh Sabellius 215 yang membagi
Allah dalam tiga modus, sehingga seolah ada tiga Pribadi yang terpisah).
Dari sejarah Gereja kita melihat
bahwa konsili-konsili diadakan untuk menegaskan
kembali ajaran Gereja (yang sudah berakar sebelumnya) dan menjaganya
terhadap serangan ajaran-ajaran sesat/ menyimpang. Jadi yang ditetapkan dalam
konsili merupakan peneguhan ataupun penjabaran ajaran yang sudah ada, dan
bukannya menciptakan ajaran baru. Jika kita mempelajari sejarah Gereja, kita
akan semakin menyadari bahwa Tuhan Yesus sendiri menjaga Gereja-Nya: sebab
setiap kali Gereja ‘diserang’ oleh ajaran yang sesat, Allah mengangkat
Santo/Santa yang dipakai-Nya untuk meneguhkan ajaran yang benar dan Yesus
memberkati para penerus rasul dalam konsili-konsili untuk menegaskan kembali
kesetiaan ajaran Gereja terhadap pengajaran Yesus kepada para Rasul. Lebih lanjut
mengenai hal ini akan dibahas di dalam artikel terpisah, dalam topik Sejarah
Gereja.
Berikut ini adalah Dogma tentang
Tritunggal Maha Kudus menurut Katekismus Gereja Katolik, yang telah berakar
dari jaman jemaat awal:
Tritunggal adalah Allah yang satu.
Pribadi ini tidak membagi-bagi ke-Allahan seolah masing-masing menjadi
sepertiga, namun mereka adalah ‘sepenuhnya dan seluruhnya’. Bapa adalah yang
sama seperti Putera, Putera yang sama seperti Bapa; dan Bapa dan Putera adalah
yang sama seperti Roh Kudus, yaitu satu Allah dengan kodrat yang sama. Karena
kesatuan ini, maka Bapa seluruhnya ada di dalam Putera, seluruhnya ada dalam
Roh Kudus; Putera seluruhnya ada di dalam Bapa, dan seluruhnya ada dalam Roh
Kudus; Roh Kudus ada seluruhnya di dalam Bapa, dan seluruhnya di dalam Putera.
Ketiga Pribadi ini berbeda secara real satu sama lain,
yaitu di dalam hal hubungan asalnya:
yaitu Allah Bapa yang ‘melahirkan’, Allah Putera yang dilahirkan, Roh Kudus
yang dihembuskan.
Ketiga Pribadi ini berhubungan satu dengan yang lainnya.
Perbedaan dalam hal asal tersebut tidak membagi kesatuan ilahi, namun malah
menunjukkan hubungan timbal balik antar Pribadi Allah tersebut. Bapa
dihubungkan dengan Putera, Putera dengan Bapa, dan Roh Kudus dihubungkan dengan
keduanya. Hakekat mereka adalah satu, yaitu Allah.
3.
Bagaimana kita menjelaskan Trinitas?
Kita akan
mencoba memahaminya dengan bantuan filosofi. Dengan pendekatan filosofi, maka
diharapkan kita akan dapat masuk ke dalam misteri iman, sejauh apa yang dapat
kita jelaskan dengan filosofi. Dengan demikian, filosofi melayani teologi.
Untuk menjelaskan Trinitas,
pertama-tama kita harus mengetahui terlebih dahulu beberapa istilah kunci,
yaitu apa yang disebut sebagai : pertama,
substansi/ hakekat/ kodrat dan apa yang disebut sebagai pribadi/ hypostatis.
pengertian kedua istilah ini
diajarkan oleh St. Gregorius dari Nasiansa. Kedua,
bagaimana menjelaskan prinsip Trinitas dengan argumentasi kenapa hal ini sudah
sepantasnya terjadi atau “argument of fittingness.” Ketiga, kita dapat menjelaskan konsep Trinitas dengan argumen
definisi kasih.
Berikut ini mari kita lihat satu
persatu.
3.1.
Arti ‘substansi/ hakekat’ dan ‘pribadi’
Mari kita lihat pada diri kita
sendiri. ‘Substansi’ (kadang diterjemahkan sebagai hakekat/ kodrat) dari diri
kita adalah ‘manusia’. Kodrat sebagai manusia ini adalah sama untuk semua
orang. Tetapi jika kita menyebut ‘pribadi’ maka kita tidak dapat menyamakan
orang yang satu dengan yang lain, karena setiap pribadi itu adalah unik. Dalam
bahasa sehari-hari, pribadi kita
masing-masing diwakili oleh kata ‘aku’
(atau ‘I’ dalam bahasa Inggris), di mana ‘aku’ yang satu berbeda dengan
‘aku’ yang lain. Sedangkan, substansi/ hakekat
kita diwakili dengan kata ‘manusia’
(atau ‘human’).
Analogi yang paling mirip (walaupun tentu
tak sepenuhnya menjelaskan misteri Allah ini) adalah kesatuan antara ubuh, akal
budi, jiwa dan Roh dalam diri kita. Tanpa jiwa, kita bukan manusia, tanpa
tubuh, kita juga bukan manusia. Kesatuan antara kempatnya membentuk hakekat
kita sebagai manusia, dan dengan sifat-sifat tertentu membentuk kita sebagai
pribadi.
Dengan prinsip yang sama, maka di
dalam Trinitas: substansi/hakekat adalah satu, yaitu Tuhan, sedangkan di dalam
kesatuan tersebut terdapat tiga Pribadi ‘Aku’, yaitu Bapa, Putera dan Roh Kudus.
Dengan demikian, ketiga Pribadi Allah mempunyai kesamaan hakekat Allah
yang sempurna, sehingga ketiganya membentuk kesatuan yang sempurna. Yang
membedakan Pribadi yang satu dengan yang lainnya hanyalah terletak dalam hal
hubungan timbal balik antara ketiganya.
Tiga pribadi manusia tidak dapat
menyamai makna Trinitas, karena di dalam tiga orang manusia, terdapat tiga
“kejadian”/ ‘instances‘ kodrat manusia; sedangkan di dalam tiga Pribadi
ilahi, terdapat hanya satu kodrat Allah, yang identik dengan ketiga Pribadi
tersebut.
3.2.
Argument of fittingness untuk
menjelaskan Trinitas
3.2.1.
Intellect dan Will
Aristoteles mengatakan bahwa manusia
adalah mahluk yang mempunyai akal budi.
Akal budi yang berada dalam pikiran manusia inilah yang menjadikan manusia
sebagai ciptaan yang paling sempurna, jika dibandingkan dengan ciptaan yang
lain. Akal budi, yang terdiri dari intelek (intellect) dan keinginan (will)
adalah anugerah Tuhan kepada umat manusia, yang menjadikannya sebagai
‘gambaran’ Allah sendiri.
Intelek dan keinginan tersebut
memampukan manusia melakukan dua perbuatan prinsip yang menjadi ciri khas
manusia, yaitu: mengetahui dan
mengasihi. Kemampuan
mengetahui sesuatu tidaklah menunjukkan kesempurnaan manusia, karena kita
menyadari bahwa komputer-pun dapat ‘mengetahui’ lebih banyak daripada kita,
kalau dimasukkan program tertentu, seperti kamus atau ensiklopedia. Namun, yang
membuat manusia istimewa adalah kerjasama antara intelek dan keinginan, jadi
tidak sekedar mengetahui, tetapi dapat juga mengasihi. Jadi hal ‘mengasihi’
inilah yang menjadikannya sebagai mahluk yang tertinggi jika dibandingkan
dengan hewan dan tumbuhan, apalagi dengan benda-benda mati.
Kita mengenal peribahasa “kalau
tak kenal, maka tak sayang“. Peribahasa ini sederhana, namun berdasarkan suatu
argumen filosofi, yaitu “mengetahui
lebih dahulu, kemudian menginginkan atau mengasihi.”
Orang tidak akan dapat mengasihi
tanpa mengetahui terlebih dahulu. Bagaimana kita dapat mengasihi atau
menginginkan sesuatu yang tidak kita ketahui?
Sebagai contoh, kalau kita ditanya
apakah kita menginginkan komputer baru secara cuma-cuma? Kalau orang tahu bahwa
dengan komputer kita dapat melakukan banyak hal, atau kalaupun kita tidak
memakainya, kita dapat menjualnya, maka kita akan dengan cepat menjawab “Ya,
saya mau.” Namun kalau kita bertanya kepada orang pedalaman yang tidak
pernah mendengar atau tahu tentang barang yang bernama komputer, maka mereka
tidak akan langsung menjawab “ya”. Mereka mungkin akan bertanya dahulu, “komputer
itu, gunanya apa?” Di sini kita melihat bahwa tanpa pengetahuan tentang
barang yang disebut sebagai komputer, orang tidak dapat menginginkan komputer.
Berdasarkan dari prinsip “seseorang
tidak dapat memberi jika tidak lebih dahulu mempunyai”
maka Tuhan yang memberikan kemampuan pada manusia untuk mengetahui dan mengasihi,
pastilah memiliki kemampuan tersebut secara sempurna. Jika kita mengetahui
sesuatu, kita mempunyai konsep tentang sesuatu tersebut di dalam pikiran kita,
yang kemudian dapat kita nyatakan dalam kata-kata.
Maka, di dalam Tuhan, ‘pengetahuan’
akan Diri-Nya sendiri dan segala sesuatu terwujud di dalam perkataan-Nya, yang
kita kenal sebagai “Sabda/ Firman”; dan Sabda ini adalah Yesus, Sang Allah
Putera.
Jadi, di dalam Pribadi Tuhan
terdapat kegiatan intelek dan keinginan yang terjadi secara sekaligus dan
ilahi, yang mengatasi segala waktu, yang sudah
terjadi sejak awal mula dunia. Kegiatan intelek ini adalah Allah Putera, Sang
Sabda (“The Word“). Rasul Yohanes mengatakan pada permulaan Injilnya, “Pada
mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu
adalah Allah” (Yoh 1:1).
3.2.2.
Kasih Ilahi
Selanjutnya,
kesempurnaan manusia sebagai mahluk personal dinyatakan, tidak hanya melalui
kemampuannya untuk mengetahui,
namun juga mengasihi, yaitu
memberikan dirinya kepada orang lain dalam persekutuannya dengan sesama. Maka
‘mengasihi’ di sini melibatkan pribadi yang lain, yang menerima kasih tersebut.
Kalau hal ini benar untuk manusia pada tingkat natural, maka di tingkat
supernatural ada kebenaran yang sama dalam tingkatan yang paling sempurna.
Jadi
Tuhan tidak mungkin Tuhan yang ‘terisolasi’ sendirian, namun “keluarga Tuhan”,
dimana keberadaan-Nya, kasih-Nya, dan kemampuan-Nya untuk bersekutu dapat
terwujud, dan dapat menjadi contoh sempurna bagi kita dalam hal mengasihi.
Dalam hal ini, hubungan kasih timbal balik antara Allah Bapa dengan Putera-Nya
(Sang Sabda) ‘menghembuskan’ Roh Kudus; dan Roh Kudus kita kenal sebagai
Pribadi Allah yang ketiga.
3.2.3.
Argumen dari definisi kasih.
Seperti telah disebutkan di atas,
kasih tidak mungkin berdiri sendiri, namun melibatkan dua belah pihak. Sebagai
contoh, kasih suami istri, melibatkan kedua belah pihak, maka disebut sebagai “saling” mengasihi. Kalau Tuhan
adalah kasih yang paling sempurna, maka tidak mungkin Tuhan tidak melibatkan
pihak lain yang dapat menjadi saluran kasih-Nya dan juga dapat membalas
kasih-Nya dengan derajat yang sama. Jadi Tuhan itu harus satu, namun bukan
Tuhan betul- betul sendirian. Jika tidak demikian, maka Tuhan tidak mungkin
dapat menyalurkan dan menerima kasih yang sejati.
Orang mungkin berargumentasi bahwa
Tuhan bisa saja satu dan sendirian dan Dia dapat menyalurkan kasih-Nya dan
menerima balasan kasih dari manusia.
Namun, secara logis, hal ini
tidaklah mungkin, karena Tuhan Sang Kasih Ilahi tidak mungkin tergantung pada
manusia yang kasihnya tidak sempurna, dan kasih manusia tidak berarti jika
dibandingkan dengan kasih Tuhan. Dengan demikian, sangatlah masuk di akal, jika
Tuhan mempunyai “kehidupan batin,”
di mana Dia dapat memberikan kasih sempurna dan juga menerima kembali kasih
yang sempurna. Jadi, dalam kehidupan batin Allah inilah Yesus Kristus berada
sebagai Allah Putera, yang dapat memberikan derajat kasih yang sama dengan
Allah Bapa. Hubungan antara Allah Bapa dan Allah Putera adalah hubungan kasih
yang kekal, sempurna, dan tak terbatas. Kasih ini membuahkan Roh Kudus.
Dengan hubungan kasih yang sempurna tesebut kita mengenal Allah yang pada
hakekatnya adalah KASIH. Kesempurnaan kasih Allah ini ditunjukkan dengan
kerelaan Yesus untuk menyerahkan nyawa-Nya demi kasih-Nya kepada Allah Bapa dan
kepada kita. Yesus memberikan Diri-Nya sendiri demi keselamatan kita,
agar kita dapat mengambil bagian dalam kehidupan-Nya oleh kuasa Roh-Nya yaitu
Roh Kudus.
4.
Berpartisipasi di Trinitas: agar dapat memahami
misteri
Memang pada
akhirnya, Trinitas hanya dapat dipahami dalam kacamata iman, karena ini adalah
suatu misteri,
meskipun ada banyak hal juga yang dapat kita ketahui dalam misteri tersebut.
Manusia dengan pemikiran sendiri memang tidak akan dapat mencapai pemahaman
sempurna tentang misteri Trinitas, walaupun misteri itu sudah diwahyukan Allah
kepada manusia. Namun demikian, kita dapat mulai memahaminya dengan mempelajari
dan merenungkan Sabda Allah dalam Kitab Suci, pengajaran para Bapa Gereja dan
Tradisi Suci yang ditetapkan oleh Magisterium (seperti hasil Konsili), juga
dengan bantuan filosofi dan analogi seperti diuraikan di atas. Selanjutnya,
pemahaman kita akan kehidupan Trinitas akan bertambah jika kita mengambil bagian di dalam kasih Trinitas itu,
seperti yang dikehendaki oleh Tuhan.
Di sinilah pentingnya peran Sakramen dan doa: Sakramen Pembaptisan
merupakan rahmat awal, ‘gerbang’ yang memungkinkan kita mengambil bagian dalam
kehidupan ilahi (lihat artikel: Sudahkah kita
diselamatkan?). Kemudian, Sakramen Ekaristi mengambil peranan utama,
karena di dalamnya kita menyambut Kristus sendiri, dan dengan demikian kita
mengambil bagian di dalam kehidupan Allah Tritunggal melalui Yesus (baca
artikel: Ekaristi:
Sumber dan Puncak Spiritualitas Kristiani). Di sinilah juga
pentingnya peran penghayatan akan Sakramen Perkawinan, sebab di dalam
Perkawinan, kita melihat bagaimana hubungan kasih antara suami dan istri yang
direncanakan oleh Allah untuk menjadi gambaran akan kasih Allah Tritunggal
(silakan baca: Indah dan
Dalamnya Makna Sakramen Perkawinan Katolik). Demikian pula, kasih
Allah Tritunggal pula yang mengilhami Sakramen Tahbisan Suci, karena melalui
Tahbisan Suci, para imam dipanggil untuk meniru teladan hidup Yesus, terutama
dalam hal mengasihi, yaitu dengan memberikan diri kepada Allah dan sesama
secara total. Memang, pada dasarnya sakramen-sakramen adalah ‘sarana’ yang
diberikan oleh Allah kepada kita, agar kita dapat mengambil bagian di dalam
kehidupan ilahi-Nya (mohon dibaca: Sakramen: apa
pentingnya dalam kehidupan kita?, terutama pada sub judul: Akibat
utama penerimaan Sakramen). Akhirnya, kitapun perlu memeriksa kehidupan doa
kita, apakah kita setia dalam menyediakan waktu untuk Tuhan dan menghayati
kesatuan denganNya di dalam kehidupan rohani kita? Bagaimana sikap kita
terhadap sakramen- sakramen yang dikaruniakan Allah? Adakah kita cukup
menghargai dan merindukannya? Pertanyaan ini memang kembali kepada diri kita
masing-masing.
5.
Kesimpulan
Melihat begitu dalamnya kehidupan
batin Allah, hati kita melimpah dengan ucapan syukur. Sebab kehidupan batin
tersebut tidak hanya ‘tertutup’ bagi Allah sendiri, namun Ia ‘membuka’
kehidupan-Nya agar kita dapat mengambil bagian di dalamnya. Ya, Allah
sesungguhnya tidak ‘membutuhkan’ kita, sebab kasihNya telah sempurna di dalam
kehidupan Tritunggal Maha Kudus. Namun justru karena kasih yang sempurna itu,
Ia merangkul kita semua, jika kita mau menanggapi panggilan-Nya. Mari bersama kita berjuang, agar lebih
menghargai rahmat Allah yang terutama
dinyatakan di dalam sakramen-sakramen, terutama sakramen Ekaristi, sehingga
kita dapat semakin menghayati persatuan kita dengan Kristus, yang membawa kita
kepada persatuan dengan Allah Tritunggal: Bapa, Putera dan Roh Kudus. Dengan
persatuan dengan Allah ini, kita mencapai puncak kehidupan spiritualitas, di
mana kita dimampukan oleh Allah untuk mengasihi Dia dan sesama.
Konsili
Konstantinopel I (359): menegaskan kembali Credo Nicea. Konsili ini
mengembangkan Credo Nicea, yang bersangkutan dengan Roh Kudus, sebagai, “Allah,
Pemberi kehidupan, yang berasal dari Bapa, bersama Bapa dan Putera, disembah
dan dimuliakan.” Seperti Allah Putera, Roh Kudus adalah satu dan sama
hakekatnya (ousia).
BAB II YESUS KRISTUS
(Yesus yang kita imani dan Yesus menurut sejarah)
Dewasa ini, dengan adanya aliran
Modernisme dan Liberalisme, ada banyak orang yang mempertanyakan ke-Tuhanan
Yesus. Mereka berpendapat, jika Kitab Suci tidak dapat dibuktikan secara
historis, maka berarti isinya belum tentu benar. Akibatnya, mereka memisahkan
Yesus sebagai Yesus yang sesungguhnya menurut sejarah (the Jesus of History),
dan Yesus yang diimani oleh orang Kristen (the Christ of Faith), dan
mengatakan bahwa Yesus yang diimani orang Kristen itu tidak sama dengan Yesus
yang sesungguhnya ada dalam sejarah. Contohnya adalah the Five Gospels of
the Jesus’ Seminar dan buku karangan Dan Brown, Da Vinci Code,
yang intinya menyatakan bahwa seolah Yesus ‘dijadikan’ Tuhan oleh para
pengikutNya, dan ke-Tuhanan Yesus baru diresmikan oleh Kaisar Konstantin
sekitar tahun 325!
2.1.The Jesus of
History= the Christ of Faith
Sesungguhnya, adalah sangat tidak
masuk akal untuk memisahkan Yesus yang ada dalam sejarah dengan Kristus yang
kita imani, apalagi jika kita mengatakan bahwa Yesus tidak pernah menyatakan
DiriNya sendiri sebagai Tuhan. Demikianlah, kita tidak dapat memisahkan Yesus
menurut sejarah dan menurut iman, karena memang keduanya adalah satu dan sama,
dan Yesus yang sama itu menyatakan
Diri-Nya sendiri sebagai Tuhan dengan berbagai cara di hampir semua
bagian Injil. Pernyataan Yesus ini kemudian dinyatakan kembali oleh para rasul,
sehingga para rasul bukannya mengada-ada, atau mengarang sesuatu yang tidak ada
sebelumnya.
Orang Kristen yang mengatakan bahwa
Yesus tidak pernah menyatakan Diri-Nya sebagai Tuhan sesungguhnya hampir
mengingkari iman Kristen-nya sendiri. Rasul Paulus pernah berkata, jika Kristus
tidak sungguh-sungguh bangkit, (dan karenanya bukan Tuhan), maka sia-sialah
iman kita (lih. 1 Kor 15:14). Jadi iman kita didasari oleh penjelmaan Tuhan
sebagai manusia di dalam diri Yesus Kristus yang bangkit dari mati. Inilah
kebenaran sejarah yang kita imani, dan yang kita amini setiap kali kita
mengucapkan Syahadat Aku Percaya: “Aku Percaya akan Allah, Bapa yang mahakuasa,
Pencipta langit dan bumi, dan akan Yesus Kristus, Putera-Nya yang tunggal Tuhan
kita, yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria, yang
menderita sengsara dalam pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan,
wafat, dan dimakamkan, yang turun ke tempat penantian, pada hari ketiga bangkit
dari antara orang mati…” Secara historis, Pontius Pilatus adalah nama gubernur
pada jaman Yesus, sehingga dari sini kita mengetahui bahwa Yesus
sungguh-sungguh hidup dan masuk dalam sejarah manusia.
2.2.Pemisahan the
Jesus of history dan the Christ of Faith
Pemisahan Yesus menurut sejarah dan Yesus
yang diimani berakar dari jaman Pencerahan (Enlightenment) pada
pertengahan abad ke- 19, di mana banyak para pakar Kitab Suci berpendapat bahwa
Tuhan itu sepertinya hanya ‘penonton’ serupa ‘pembuat jam’ yang mengamati saja,
tanpa dapat campur tangan di dalam sejarah manusia, kecuali dengan menetapkan
hukum alam. Sehingga, mereka melucuti Injil dari pernyataan ke-Tuhanan Yesus
dan keberadaan mukjizat-mukjizat, termasuk kelahiran Yesus dari Perawan Maria,
dan kebangkitan badan, secara khusus kebangkitan Kristus sendiri. Salah seorang
pelopor yang mengembangkan teori ini adalah David Friedrich Strauss in 1835,
yang mengatakan bahwa Kristus yang diimani oleh orang Kristen berbeda dengan
Yesus yang sesungguhnya dalam sejarah. Ide ini dinyatakan kembali oleh Albert
Schweitzer dan kemudian oleh Rudolf Bultmann, yang menyimpulkan bahwa Yesus
menurut sejarah hanyalah seorang Yahudi di Palestina yang mati disalib.
Namun demikian, Bultmann
menyimpulkan lebih jauh, dengan mengatakan hal ini memberikan ‘kebebasan’ bagi
setiap orang Kristen untuk membentuk gambaran Yesus sendiri menurut iman yang
sesuai dengan kebutuhannya. Ini adalah pemikiran Teologi Liberal yang melucuti
Alkitab dan menyusun sendiri gambaran Yesus sesuai dengan keinginan manusia
secara pribadi. Ini adalah ‘Relativism’: sebab Yesus digambarkan sesuai
dengan kehendak pribadi dan bukannya sesuai dengan kebenaran yang sungguh
terjadi. Pendapat seperti ini dikecam dengan keras oleh Paus Pius X dalam surat
ensikliknya Pascendi Dominici gregis, yang menyebutkan ajaran yang
sedemikian sebagai puncak dari segala ajaran sesat, “the synthesis of all
heresies”, sebab ajaran tersebut menolak seluruh kebenaran objektif di
dalam iman Kristiani.
Namun demikian, ajaran yang kita
kenal sebagai ‘Modernism’ ini terus berlanjut sampai dengan abad ke 20,
seperti yang kita lihat dalam the Five Gospels, hasil dari the Jesus
Seminar. Dasar ajaran mereka: mereka tidak percaya bahwa ada Tuhan yang
dapat menjadi manusia. Maka dengan ajaran ini, mereka ingin menghancurkan
kebenaran Injil sebagai Sabda Tuhan.
Jika kita perhatikan, ajaran Modernism
sesungguhnya ingin mengganti Trilemma tentang kemungkinan identitas Yesus
menurut C.S. Lewis, yang sungguh terdengar sangat ‘keras’ di telinga orang,
yaitu: bahwa Kristus sungguh-sungguh Tuhan, atau Ia hanyalah seorang yang tidak
waras ‘a lunatic’, atau Ia seorang yang lebih buruk daripada penipu ‘a
liar’. Mereka menawarkan pendapat baru: bahwa Yesus sendiri tidak pernah
menyatakan diri-Nya sebagai Tuhan. Dengan demikian, para Modernist sesungguhnya
lebih ‘parah’ daripada yang menuduh Yesus sebagai ‘a lunatic/ a liar’
sebab kelompok yang terakhir ini setidak-tidaknya mengakui bahwa Yesus pernah
menyatakan DiriNya sebagai Tuhan, hanya saja mereka tidak percaya; sedangkan
para Modernist ini mengabaikan semuanya, dan menggeserkan tuduhan kepada para
murid Yesus abad pertama, dengan mengatakan bahwa mereka (para murid) itu
bersekongkol untuk mengarang suatu mitos/ legenda terbesar sepanjang sejarah,
yaitu untuk mengatakan bahwa Yesus itu Tuhan.
2.3.Para murid
Yesus tidak mungkin ‘mengarang’ mitos ke-Tuhanan Yesus
Para murid Kristus tidak mungkin
memberikan kesaksian yang tidak benar tentang apa yang mereka alami dan
tuliskan dalam Kitab Suci. Mereka dengan bantuan Roh Kudus dapat membuktikan
bahwa tuduhan tersebut tidak mungkin
benar, dan bahwa tidak mungkin para rasul adalah pembohong. Berikut ini
adalah alasannya:
Sebuah mitos tidak mungkin dapat
dibuat dalam jangka waktu yang terlalu dekat dengan kejadian aslinya, yaitu
pada saat banyak saksi mata kejadian
yang masih hidup dan dapat ditanyakan konfirmasinya. Injil ditulis pada
generasi yang sama dengan para saksi mata tersebut. Injil Matius pada tahun 50
AD, Lukas dan Markus sekitar 62-68 AD, dan Yohanes tahun 90 AD.
Juga penting diketahui, bahwa para
pengarang Injil adalah saksi Kristus yang terdekat: Matius dan Yohanes adalah
Rasul Yesus, Markus adalah pembantu terdekat Rasul Petrus, dan Lukas adalah
pembantu terdekat Rasul Paulus. Jadi, kita dapat mempercayai keaslian dan
kebenaran tulisan mereka. Seandainya isi keempat Injil tersebut tidak benar,
harusnya terdapat bukti sejarah dari abad pertama yang menyangkal kebenaran
Injil (terutama soal kebangkitan Yesus). Namun kenyataannya, tidak ada satupun
klaim pada abad awal yang menyangkal kebenaran tersebut yang dapat ditemukan
dalam sejarah.
Rasul Paulus dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus (55-56 AD)
secara jelas menyebutkan Kebangkitan Kristus yang pada suatu kesempatan
disaksikan lebih dari 500 orang, dan banyak dari antara mereka masih hidup dan
dapat ditanya konfirmasinya (lih. 1 Kor 15:3-8).
Sangat tidak mungkin jika kita
berpikir bahwa para rasul dapat membuat kebohongan yang konsisten, sebab
manusia pada dasarnya lemah dan mudah ‘jatuh’ oleh tawaran suap. Satu
kesempatan tawaran saja dapat mengubah semuanya, namun demikian, tidak satupun dari mereka mengubah kesaksian
mereka tentang Yesus, walaupun
mereka dipenjara, disiksa, bahkan dibunuh sebagai martir karena kesaksian
tersebut. Ini membuktikan bahwa yang mereka katakan tentang Yesus adalah
kebenaran, sebab sangat tidak mungkin orang rela mati untuk membela sebuah
kebohongan.
Sangat tidak
mungkin bahwa serangkaian mitos dapat dibuat pada jaman sejarah (di mana segala
sesuatu dapat dibuktikan benar atau tidaknya) dan mitos tersebut mendapatkan
penghormatan dari banyak orang.
Joseph Ratzinger/ Paus Benediktus
XVI dalam bukunya, Jesus of Nazareth mengatakan bahwa tidak mungkin
bahwa sekelompok orang yang tidak terkenal ini (para rasul yang mayoritas hanya
nelayan) dapat begitu kreatif dan begitu meyakinkan dan dapat mempengaruhi
seluruh dunia. Menjadi lebih logis jika kesaksian yang mereka sampaikan
sungguh-sungguh terjadi.
Pertumbuhan jemaat Kristen yang
begitu pesat pada abad pertama hanya dapat dijelaskan oleh kesaksian hidup para murid yang
mencerminkan kekudusan, jumlah para murid yang dibunuh sebagai martir untuk
membela iman mereka, termasuk di dalamnya hampir semua rasul Yesus, dan
kekempat tanda Gereja yang terbentuk pada saat itu: satu, kudus, katolik dan
apostolik. Mitos atau legenda tidak akan mungkin pernah mempengaruhi banyak
orang untuk percaya, apalagi sampai menyerahkan hidup mereka.
Maka kesimpulannya: apa yang dikatakan oleh para rasul itu adalah
benar. Sebab ke-empat Injil sendiri dipenuhi oleh pernyataan ke-Tuhanan
Yesus yang dikatakan oleh Yesus dengan berbagai cara.
2.4.Yesus
menyatakan bahwa Dia adalah Tuhan dengan berbagai cara
Marilah kita lihat beberapa
contohnya, seperti berikut:
a. Pertama-tama,
ketika berusia 12 tahun dan Ia diketemukan di Bait Allah, Yesus mengatakan
bahwa bait Allah adalah Rumah Bapa-Nya
(lih. Luk 2:49). Dengan demikian, Yesus mengatakan bahwa Ia adalah Putera
Allah.
b. Pernyataan
ini ditegaskan kembali oleh Allah Bapa pada saat Pembaptisan Yesus, saat
terdengar suara dari langit, “Inilah
Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nya Aku berkenan.”(Luk 3:22).
c. Yesus adalah
Tuhan yang mengatasi para malaikat.
Setelah Dia mengatasi cobaan Iblis di padang gurun, para malaikat- pun datang
melayani Dia (lih. Mat 3:11).
d. Pada saat
Yesus memulai pengajaranNya, terutama dalam Khotbah di Bukit (Delapan Sabda
Bahagia), Ia berbicara di dalam
nama-Nya sendiri, untuk menyatakan otoritas yang dimiliki-Nya (Mat
5:1-dst). Ini membuktikan bahwa Ia lebih tinggi dari Musa dan para nabi,
sebab Musa berbicara dalam nama Tuhan (lih. Kel 19:7) ketika Ia memberikan
hukum Sepuluh Perintah Allah; tetapi Yesus memberikan hukum dalam nama-Nya
sendiri, “Aku berkata kepadamu….”
Hal ini tertera sedikitnya 12 kali di dalam pengajaran Yesus di Mat 5 dan 6,
dan dengan demikian Ia menegaskan DiriNya sebagai Pemberi Hukum Ilahi (the Divine Legislator) itu sendiri,
yaitu Allah. Demikian pula dengan perkataan “Amen, amen…”, pada awal ajaranNya,
Yesus menegaskan segala yang akan diucapkan-Nya sebagai perintah; bukan seperti
orang biasa yang mengatakan ‘amen’ diakhir doanya sebagai tanda ‘setuju’.
e. Jadi dengan
demikian Yesus menyatakan bahwa Ia adalah Taurat Allah yang hidup, suatu peran yang sangat tinggi dan ilahi,
sehingga menjadi batu sandungan bagi orang-orang Yahudi untuk mempercayai Yesus
sebagai Sang Mesias. Hal ini dipegang oleh banyak orang Yahudi yang
diceriterakan dengan begitu indah dalam buku Jesus of Nazareth, yaitu
dalam percakapan imajiner seorang Rabi Yahudi dengan Rabi Neusner,
mengenai bagaimana mencapai kesempurnaan hidup. Kesempurnaan inilah yang
dimaksudkan oleh Yesus ketika Ia berbicara dengan orang muda yang kaya, “Jika
engkau mau sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan bagikanlah kepada
orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah
ke mari dan ikutlah Aku” (Mat
19:21). “Aku” di sini hanya mungkin berarti Tuhan sendiri.
f. Yesus
menyatakan DiriNya sebagai Seorang yang
dinantikan oleh para Nabi sepanjang abad (lih. Mat 13:17). Ia juga
berkata,“…supaya kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak
bersalah mulai dari Habel, … sampai Zakharia… semuanya ini akan ditanggungkan
pada angkatan ini!” (Mat 23:34-36). Secara tidak langsung Ia mengatakan bahwa
darah-Nya yang akan tertumpah dalam beberapa hari berikutnya merupakan
rangkuman dari penumpahan darah orang yang tidak bersalah sepanjang segala abad
g. Yesus
sebagai Tuhan juga terlihat dengan jelas dari segala mukjizat yang dilakukan dalam nama-Nya sendiri, yang menunjukkan
bahwa kebesaran-Nya mengatasi segala sesuatu. Yesus menghentikan badai (Mat 8:
26; Mrk 4:39-41) menyembuhkan penyakit (Mat 8:1-16, 9:18-38, 14:36, 15:
29-31), memperbanyak roti untuk ribuan orang (Mat 14: 13-20; Mrk 6:30-44; Luk
9: 10-17; Yoh 6:1-13), mengusir setan (Mat 8:28-34), mengampuni dosa (Luk5:24;
7:48), dan membangkitkan orang mati (Luk 7:14; Yoh 11:39-44). Di atas semuanya
itu, mukjizat-Nya yang terbesar
adalah: Kebangkitan-Nya sendiri dari
mati (Mat 28:9-10; Luk 24:5-7,34,36; Mrk 16:9; Yoh 20:11-29; 21:1-19).
h. Pada saat Ia
menyembuhkan orang yang lumpuh, Yesus menyatakan bahwa Ia memiliki kuasa untuk
mengampuni dosa (Mat 9:2-8; Luk5:24), sehingga dengan demikian Ia menyatakan
DiriNya sebagai Tuhan sebab hanya Tuhan
yang dapat mengampuni dosa.
i.
Pada beberapa kesempatan, Yesus menyembuhkan para
orang sakit pada hari Sabat, yang menimbulkan kedengkian orang-orang Yahudi.
Namun dengan demikian, Yesus bermaksud untuk menyatakan bahwa Ia adalah lebih tinggi daripada hari Sabat (lih.
Mat 12:8; Mrk 3:1-6).
j.
Yesus juga menyatakan Diri-Nya lebih tinggi dari nabi
Yunus, Raja Salomo dan Bait Allah (lih. Mt 12:41-42; 12:6). Ini hanya dapat
berarti bahwa Yesus adalah Allah, kepada siapa hari Sabat diadakan, dan untuk
siapa Bait Allah dibangun.
k. Yesus
menyatakan Diri-Nya sebagai Tuhan, dengan berkata “Aku adalah… (I am)” yang mengacu pada perkataan Allah
kepada nabi Musa pada semak yang berapi, “Aku adalah Aku, I am who I am” (lih. Kel 3:14):
l.
Pada Injil Yohanes, Yesus mengatakan “Aku adalah….”
sebanyak tujuh kali: Yesus menyatakan Dirinya sebagai Roti Hidup yang turun
dari Surga (Yoh 6:35), Terang Dunia (Yoh 8:12), Pintu yang melaluinya orang
diselamatkan (Yoh 10:9), Gembala yang Baik yang menyerahkan nyawa-Nya bagi
domba-domba-Nya (Yoh 10:10), Kebangkitan dan Hidup (Yoh 11:25), Jalan,
Kebenaran, dan Hidup (Yoh 14:6), Pokok Anggur yang benar (Yoh 15:1).
m. Yesus
menyatakan diri-Nya sebagai sumber air hidup yang akan menjadi mata air di
dalam diri manusia, yang terus memancar sampai ke hidup yang kekal (Yoh 4:14).
Dengan demikian Yesus menyatakan diri-Nya sebagai sumber rahmat; hal ini tidak
mungkin jika Yesus bukan Tuhan, sebab manusia biasa tidak mungkin dapat
menyatakan diri sebagai sumber rahmat bagi semua orang.
n. Yesus
menyatakan, “Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui
Aku” (Yoh 14:6); dan dengan demikian Ia menempatkan diri sebagai Pengantara
yang mutlak bagi seseorang untuk sampai kepada Allah Bapa.
o. Ia
menyatakan bahwa “… kamu akan mati dalam dosamu… jika kamu tidak percaya bahwa
Akulah Dia” (Yoh 8:24) yang datang dari Bapa di surga (lih. Yoh 21-29).
p. Yesus
mengatakan, “Aku ini (It is I)…”, pada saat Ia berjalan di atas air (Yoh
6:20) dan meredakan badai.
q. Ketika Yesus
diadili di hadapan orang Farisi, dan mereka mempertanyakan apakah Ia adalah
Mesias Putera Allah, Yesus mengatakan, “Kamu sendiri mengatakan, bahwa Akulah
Anak Allah.”
r.
Mungkin yang paling jelas adalah pada saat Yesus
menyatakan keberadaan DiriNya sebelum Abraham, “…sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.” (Yoh 8:58)
Dengan demikian, Yesus menyatakan
DiriNya sudah ada sebelum segala
sesuatunya dijadikan. Dan ini hanya mungkin jika Yesus sungguh-sungguh
Tuhan. Mengenai keberadaan Yesus sejak awal mula dunia dinyatakan oleh Yesus
sendiri di dalam doa-Nya sebelum sengsara-Nya, “Bapa, permuliakanlah Aku
pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum
dunia ada.” (Yoh 17:5)
Dengan keberadaan Yesus yang
mengatasi segala sesuatu, dan atas semua manusia, maka Ia mensyaratkan
kesetiaan agar diberikan kepadaNya dari semua orang. “Barangsiapa mengasihi
bapa atau ibunya lebih dari Aku, ia tidak layak bagi-Ku” (Mat 10:37). Ia
kemudian berkata bahwa apa yang kita
lakukan terhadap saudara kita yang paling hina, itu kita lakukan terhadap Dia
(lih. 25:40). Ini hanya dapat terjadi kalau Yesus adalah Tuhan yang mengatasi
semua orang, sehingga Dia dapat hadir di dalam diri setiap orang, dan Ia layak
dihormati di atas semua orang, bahkan di atas orang tua kita sendiri.
Yesus menghendaki kita percaya
kepada-Nya seperti kita percaya kepada Allah (lih. Yoh 14:1), dan Ia
menjanjikan tempat di surga bagi kita yang percaya. Dengan demikian Ia menyatakan
diriNya sebagai yang setara dengan
Allah Bapa, “Siapa yang melihat Aku, melihat Bapa, (Yoh 14:9), Bapa di
dalam Aku dan Aku di dalam Bapa (Yoh 10:38). Tidak ada seorangpun yang mengenal
Anak selain Bapa, dan mengenal Bapa selain Anak (lih. Mat 11:27). Yesus juga
menyatakan DiriNya di dalam kesatuan
dengan Allah Bapa saat mendoakan para muridNya dan semua orang percaya,
”… agar mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa di dalam Aku
dan Aku di dalam Engkau…” (Yoh 17:21). Ini hanya mungkin jika Ia
sungguh-sungguh Tuhan. Pernyataan Yesus ini berbeda dengan para pemimpin agama
lain, seperti Muhammad dan Buddha, sebab mereka tidak pernah menyatakan diri
mereka sendiri sebagai Tuhan.
Ketika Yesus menampakkan diri kepada
para murid setelah kebangkitan-Nya, Thomas, Rasul yang awalnya tidak percaya
menyaksikan sendiri bahwa Yesus sungguh hidup dan ia berkata, “Ya Tuhanku dan Allahku”. Mendengar hal
ini, Yesus tidak menyanggahnya (ini menunjukkan bahwa Ia sungguh Allah),
melainkan Ia menegaskan pernyataan ini dengan seruanNya agar kita percaya
kepadaNya meskipun kita tidak melihat Dia (Yoh 20: 28-29).
Yesus
menyatakan Diri sebagai Tuhan, dengan menyatakan diriNya sebagai Anak Manusia,
yang akan menghakimi semua manusia pada
akhir jaman (lih. Mat 24:30-31), sebab segala kuasa di Surga dan di
dunia telah diberikan kepada-Nya, seperti yang dikatakanNya sebelum Ia naik ke
surga, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu
pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama
Bapa, dan Putera dan Roh Kudus…” (Mat 28:18). Dengan demikian, Yesus menyatakan
diriNya sebagai Pribadi Kedua di dalam Allah Tritunggal Maha Kudus, dan dengan
kuasaNya sebagai Allah ini maka ia akan menghakimi semua manusia di akhir dunia
nanti, seperti yang dinubuatkan oleh nabi Daniel (Dan 7:13-14). Yesus tidak
mungkin membuat pernyataan sedemikian, jika Ia bukan sungguh-sungguh Tuhan.
2.5.Para Rasul
hanya meneruskan kesaksian ini
Jelaslah, bahwa dengan menyaksikan
Yesus yang mereka kenal secara nyata dalam sejarah, maka para Rasul dapat
dengan penuh keyakinan, menyatakan ke-Tuhanan Yesus. Rasul Petrus menyatakan
Yesus Kristus sebagai Allah, dan bahwa ia dan rasul-rasul yang lain mendengar
bagaimana pernyataan tersebut dinyatakan dari langit pada saat Yesus dimuliakan
di atas gunung Tabor (lih. 2 Pet1:16-19). Rasul Paulus, dengan mengalami
sendiri Yesus yang bangkit, menyatakan bahwa Yesus adalah Tuhan sebanyak
sekitar 230 kali di dalam surat-suratnya kepada jemaat pertama. Rasul Yohanes
mengungkapkan bahwa ia ‘mengingat’ akan apa yang dikatakan Yesus sebelumnya,
pada ketiga kejadian yang cukup penting dalam sejarah hidup Yesus: pada saat
Yesus menyucikan Bait Allah (Yoh 2:22), pada waktu Minggu Palma (Yoh 12:16),dan
Kebangkitan Yesus (Yoh 20:8-9). Hal ini menyatakan bahwa yang ditulisnya
benar-benar terjadi. Dari semua ini, kita melihat bahwa pernyataan para rasul
adalah sangat jelas dan sederhana, yaitu: kesaksian tentang Yesus sebagai Tuhan adalah kebenaran, dan mereka adalah
saksinya. Dengan demikian, tidak
mungkin ada pemisahan antara Yesus menurut sejarah dan Yesus yang diimani.
2.6.Ke-Tuhanan Yesus bukan baru
diresmikan di awal abad ke- 4!
Dengan uraian di atas, sesungguhnya
jelas bahwa Ke-Tuhanan Yesus bukan rekayasa para murid, atau bahkan seperti
yang dituduhkan banyak orang, ‘baru diresmikan’ di tahun 325 oleh Kaisar
Konstantin. Yang benar adalah: Yesus sebagai Tuhan sudah menjadi kepercayaan
jemaat Kristiani sejak zaman para rasul, namun kemudian sekitar tahun 319,
terdapat ajaran sesat dari Arius, yang mengatakan bahwa Yesus adalah bukan
Tuhan dan tidak sejajar dengan Allah Bapa. Untuk menolak ajaran sesat ini, maka
Gereja Katolik, yang waktu itu disponsori oleh pemerintah Konstantin,
mengadakan Konsili Nicea (325), yang dihadiri oleh sekitar 300 uskup yang
hampir semua serentak menolak ajaran sesat Arianisme ini.
Konsili ini menyatakan bahwa Yesus adalah satu substansi (con-substantial)
dengan Allah Bapa. Dengan demikian, Konsili
Nicea bertujuan untuk menegaskan kembali ajaran Gereja tentang ke-Tuhanan Yesus,
dan bukan baru meresmikan ke- Tuhanan Yesus!
2.7.Penegasan
dari Gereja Katolik dewasa ini
Vatikan II melalui Dei Verbum
menolak pendapat kaum Modernist ini. Gereja menegaskan kembali asal Injil ini
dari para Rasul sendiri yang menjadi saksi hidup Yesus, dan dengan demikian
mengkonfirmasi kebenaran pesan Injil (lih. DV 18).
Selanjutnya, Gereja menegaskan nilai historis Injil, dengan menyebutkan bahwa
apa yang tertulis di dalamnya adalah yang sungguh-sungguh Yesus perbuat dan
ajarkan untuk keselamatan kekal (lih. DV 19).
Paus Yohanes Paulus II dalam surat
Apostolik Novo Millineo Ineunte, mengulangi DV 18 dan DV 19, bahwa Injil
dituliskan berdasarkan kesaksian historis/ sejarah. Walaupun demikian, kita
tidak menganggap Injil sebagai buku biografi Yesus dalam urutan kronologis.
Perhatian pada urutan kronologis dapat membuat seseorang menjadi seperti para
Modernist, yang melihat Injil sebagai buku cerita, dan menganggap Injil Yohanes
sebagai hanya puisi tentang Yesus, yang ditulis oleh para murid Rasul Yohanes,
dan kemudian ditulis seolah-olah dikatakan oleh Yesus!
Mengenai hal ini, Paus Benediktus
XVI melalui Jesus of Nazareth mengatakan bahwa memang Injil Yohanes
tidak dituliskan dengan urutan historis yang kaku seperti dalam transkrip rekaman,
tetapi dalam hal isi, merupakan pernyataan-pernyataan yang berasal dari Yesus
sendiri, sehingga pesan Injil tersebut menunjuk kepada Yesus yang sesungguhnya.
Segala gambaran dalam Injil Yohanes (air, roti, anggur, Gembala) seperti halnya
perumpamaan- perumpamaan yang tertulis dalam Injil Matius, Lukas, dan Markus,
dimaksudkan untuk menggambarkan Yesus dan rencana keselamatan-Nya.
Katekismus Gereja Katolik juga
sangat jelas menegaskan kembali sikap Gereja dalam hal ini:
bahwa Kristus yang tertulis dalam Injil adalah Kristus yang sama dengan Kristus
yang ada di dalam sejarah. Injil membantu kita untuk mengalami Yesus yang
sungguh hadir dalam sejarah, dan mengimani-Nya. Paus Benediktus XVI menegaskan,
bahwa segala gambaran Yesus yang dihasilkan oleh metoda historis modern
janganlah sampai membuat kita menciptakan sendiri gambaran Yesus, dan kemudian
menyebutnya sebagai Yesus menurut sejarah, lalu menuduh bahwa Injil hanya
rekaan jemaat abad pertama. Sekali lagi, hal ini tidak mungkin terjadi, sebab
cara sedemikian pasti menimbulkan kontradiksi yang tidak memungkinkan
berkembangnya Iman Kristiani sampai sekarang, yang sudah mengubah dunia.
Pada akhirnya, kita harus mengakui
soal menerima ke-Tuhanan Yesus adalah soal iman. Bagi mereka yang percaya,
memang bukti sejarah sampai sedetail-detail-nya tidak diperlukan. Tapi bagi
mereka yang tidak percaya, bahkan bukti yang sudah nyata dan detail sekalipun
tidak dirasa cukup. Akhirnya, kita meyakini bahwa iman adalah karunia. Kita
percaya akan janji Tuhan Yesus, “… Inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan percaya kepada-Nya beroleh hidup yang
kekal, dan supaya Aku membangkitkannya
pada akhir zaman.” (Yoh 6:40). Dan karena Tuhan Yesuslah yang menghakimi
semua orang di akhir zaman nanti, patutlah kita memegang janjiNya ini, dan
dengan iman yang teguh kepada-Nya, kita percaya Dia akan memenuhi janji-Nya.
Terpujilah Tuhan Yesus!
BAB III YESUS KRISTUS
(Tuhan Yang
Dinubuatkan Para Nabi)
3.1.Pendahuluan
Nubuat di dalam Perjanjian Lama
adalah salah satu dari alasan “motive of credibility” (motive yang dapat
dipercaya), mengapa kita percaya akan Yesus Kristus sebagai Tuhan. Nubuat ini
begitu penting, karena ini membuktikan bahwa Yesus adalah benar-benar Tuhan,
sehingga manusia dapat mengenali dan menantikan kedatangan-Nya.
Kalau nubuat ini dibuat hanya satu
kali, atau beberapa kali namun bertentangan satu sama lain, maka kita akan
mempertanyakan kebenarannya. Namun nubuat tentang kedatangan Yesus diberitakan
lebih dari 20 abad sebelum kedatangannya dan dilakukan secara terus-menerus.
Kalau para nabi yang menubuatkan kurang dapat dipercaya, misalkan dapat disuap,
atau tidak mempunyai karakter yang baik, kita mungkin masih dapat
mempertanyakan kebenarannya. Namun, kita melihat bahwa para nabi yang
memberitakan kedatangan Yesus adalah orang-orang yang dipakai oleh Tuhan
sendiri, yang mempunyai prinsip yang teguh sampai pada titik mau mengorbankan
nyawanya dalam mempertahankan kebenaran yang diwahyukan oleh Tuhan.
Kalau berita yang disampaikan oleh
para nabi saling bertentangan, kita akan mempertanyakan kebenarannya. Namun
yang terjadi adalah ratusan nubuat yang dibuat oleh para nabi dalam rentang
waktu lebih dari 20 generasi memberikan gambaran yang tidak bertentangan, namun
saling melengkapi sehingga memberikan gambaran yang jelas tentang siapa itu
Mesias.
Kalau nubuat ini dibuat oleh Gereja
Katolik, mungkin orang akan berkata bahwa itu semua adalah karangan Gereja
untuk mendukung ajarannya. Namun Kitab Perjanjian Lama adalah kitab yang
dipercaya dan dipegang teguh oleh ajaran Yahudi, yang sebenarnya mereka juga
tidak mempercayai Kristus sebagai Mesias yang dijanjikan Allah. Dengan ini,
sebenarnya nubuat ini lebih dapat dipercaya lagi, karena bebas dari usaha
pembenaran diri.
Mungkin ada yang mengatakan bahwa
semua nubuat itu hanya karangan belaka. Namun kalau kita renungkan, kalau semua
itu hanya merupakan suatu fantasi dan karangan belaka, sungguh mustahil untuk
mempertahankan suatu karangan dalam kurun waktu 2000 tahun, dan juga nubuat
tersebut tidaklah statik, namun terus berkembang, saling melengkapi dan tidak
bertentangan. Lebih lagi, pemenuhan kebenaran bahwa akan kedatangan Yesus juga
dicatat dalam Kitab Suci agama Islam, yang mengatakan: Yesus lahir dari perawan
Maria, Yesus melakukan banyak mukjijat, dll. Jadi pemenuhan kebenaran ini bukan
saja dicatat oleh Kitab Suci umat Nasrani, namun juga dalam Kitab Suci kaum
Muslim.
Semua pemikiran di atas membuat
orang Kristen percaya bahwa Yesus adalah Tuhan, yang menjadi pemenuhan janji
Allah. Apakah mungkin untuk percaya kepada nubuat tersebut, namun tidak percaya
bahwa Yesus adalah Tuhan? Hal ini tidaklah mungkin, karena ada banyak dari
nubuat-nubuat tersebut yang hanya mungkin terjadi, kalau pemenuhannya hanya
pada diri Allah. Mari kita teliti akan nubuat yang telah diberikan oleh Tuhan
melalui para nabi, yang pemenuhan dari semua nubuat itu hanya ada pada Yesus
Kristus, Putera Allah yang menjadi manusia.
3.2.Waktu,
tempat, dan cara kedatangan Mesias
Kedatangannya telah diberitakan
secara terus-menerus dari asal mula dunia ini. Mesias akan datang dari
keturunan Abraham, Iskak, dan Yakub, dan akhirnya Dia
akan datang dari Isai, dari keturunan Daud. Dimana
Mesias akan lahir? Nabi Mikha telah memberikan lokasi yang begitu tepat akan
kedatangan Mesias, yaitu di salah satu desa yang terkecil di daerah Yudea,
Betlehem Ephrathah.
Untuk meyakinkan manusia agar tidak
sampai salah mengenali kedatangan Mesias, maka Tuhan telah memberitakan waktu
dan tempat kedatangan-Nya. Karena Sang Mesias diberitakan datang dari suku
Yehuda dan dari keturunan Daud, maka dapat kita simpulkan bahwa Mesias akan
datang sebelum suku Yehuda dan keturunan Daud lenyap.
Sejarah mencatat bahwa suku
keturunan Yehuda dan keturunan Daud lenyap setelah uskup ke dua dari Yerusalem,
pengganti Yakobus, yang kemungkinan menjadi uskup sampai kira-kira akhir abad
pertama. Akhirnya, melalui nabi Daniel, Tuhan memberitahukan bahwa Mesias akan
datang 70 minggu tahun (490 tahun) dari waktu pembangunan kembali Yerusalem (kira-kira
tahun 458 BC) , dimana kalau dihitung akan membawa kita
ke sekitar tahun 30 AD, waktu penyaliban Kristus. Dan, agar manusia tahu secara
persis kedatangan Sang Mesias, Tuhan memberikan tanda yang lain, dimana
dikatakan bahwa Mesias akan dilahirkan dari seorang perawan. Tanda
ini adalah suatu tanda supernatural (di luar hukum alam) yang sungguh tepat,
karena Sang Mesias adalah Tuhan yang menjelma menjadi manusia. Kita dapat
menyimpulkan disini, bahwa garis keturunan, lokasi kedatangan-Nya, waktu, bagaimana
Dia akan datang ke dunia ini, hanya dapat dipenuhi dalam diri Kristus, yang
datang dari garis keturunan Daud, yang lahir dari Bunda Maria di Bethlehem,
pada waktu sebelum suku Yehuda dan keturunan Daud lenyap.
Tuhan juga memberikan
karakter-karakter spesifik seorang Mesias.
Ø Nabi Mikha
mengatakan bahwa Sang Mesias sudah datang dari jaman purbakala, namun Mesias
akan datang dan lahir di Bethlehem.
Ø Keallahan
dari Anak Manusia dan Anak Allah telah dinubuatkan oleh nabi Daniel, dimana dia
melihat bahwa Anak Manusia diberikan kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan
sebagai raja dan segala suku bangsa akan mengabdi kepada-Nya.
Ø Roh Tuhan juga akan ada pada-Nya, seperti Roh Hikmat dan Pengertian,
Roh Nasihat dan keperkasaan, Roh Pengenalan dan Takut akan Tuhan. Memang, Mesias datang ke dunia ini adalah Tuhan, dan
lambang pemerintahan ada di atas bahu-Nya, sehingga nabi Yesaya mengatakan
bahwa Sang Mesias akan diberikan gelar: Penasehat Ajaib, Allah yang Perkasa,
Bapa yang Kekal, Raja Damai.
Ø Roh
Kebijaksanaan dan Gelar ke-Ilahian Mesias sebagai Penasehat Ajaib mengingatkan
kita akan suatu pribadi dari Kebijaksanaan Allah yang digambarkan dalam buku
Amsal. Akhirnya, Nabi Yesaya dan Zakariah menggambarkan
Sang Mesias sebagai sosok dengan Roh kelemahlembutan dan penuh belas kasih. Dan kalau kita perhatikan, itu hanya dapat dipenuhi dalam
diri Kristus, Anak Allah yang menjadi manusia, lahir di Betlehem. Dia adalah
penggenapan yang penuh dari Roh Allah, sehingga gelar-gelar Ilahi diberikan
kepada Yesus, seperti yang diberitakan oleh Nabi Yesaya. Memang Yesus adalah
Tuhan.
Ø Walaupun
segala kekuasaan, kemuliaan, dan kerajaan diberikan kepada Kristus, Dia datang
ke dunia dengan Roh yang lemah lembut dan penuh belas kasih. Hal ini terpenuhi
dalam diri Kristus yang datang ke dunia ini untuk menyelamatkan pendosa, bukan
dengan senjata di tangan, namun dengan hati yang penuh kasih, yang tidak
mengendarai kuda perang, namun datang ke Yerusalem dengan keledai.
3.3.Mesias
dinubuatkan akan menjalankan tiga misi, sebagai Raja, Nabi, dan Imam.
Nubuat yang lain, yang diberikan di
dalam Perjanjian Lama adalah tiga misi
Kristus, yaitu sebagai Raja, Nabi, dan Imam.
Yakub memberikan berkat kepada
Yehuda dan mengatakan bahwa dari keturunan tonggak kerajaannya Mesias akan
datang untuk mendirikan kerajaan-Nya, dimana semua bangsa akan tunduk
kepada-Nya. Dia akan seperti bintang, dimana semua
kekuasaan diberikan kepada-Nya dan pemerintahan ada di pundak-Nya. Dan memang dalam kenyataannya, Yesus memenuhi misi-Nya
sebagai raja di dunia ini dengan mengatur semua orang dan semua bangsa. Dia
sendiri meminta kepada para murid-Nya dan orang-orang untuk mengikuti Dia, dan
juga mengikuti segala perintah-Nya, karena Dia adalah Raja yang sesungguhnya.
Mesias juga adalah Nabi, seperti
yang dikatakan oleh nabi Musa bahwa Tuhan akan memberikan seorang nabi seperti
nabi Musa. Tidak ada gunanya Tuhan memberikan nabi yang
baru dengan hukum dan peraturan yang sama. Namun, Tuhan memberikan Nabi yang
baru, dimana Dia akan memberikan hukum yang baru, yang lebih sempurna daripada
Musa. Kita dapat melihat hukum yang diberikan oleh
Yesus pada saat Dia mulai pemberitaan Kerajaan Surga, yaitu dengan memberikan
Delapan Sabda Bahagia. Hukum ini bukan seperti hukum
yang diberikan oleh nabi-nabi sebelum kedatangan Kristus, atau bukan hukum yang
dikenal oleh dunia dan manusia, karena Kristus adalah Tuhan.
Mesias juga menjadi Imam, yang
berlaku untuk selama-lamanya menurut Melkizedek, dimana dipenuhi Yesus pada
saat dia merayakan Perjamuan Terakhir. Dan persembahan
ini mencapai kesempurnaannya dengan persembahan diri-Nya sendiri dengan
kematian-Nya di kayu salib. Yesus, menjadi satu-satunya pengantara antara
manusia dan Tuhan, yang memeteraikan perjanjian yang baru dengan darah-Nya
sendiri di kayu salib. Dengan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa Perjanjian
Lama memberikan nubuat yang begitu akurat akan tiga misi Kristus sebagai Raja,
Nabi, dan Imam.
3.4.Nubuat akan
kehidupan, kematian, kebangkitan, dan Kemenangan Mesias
Setelah memberikan gambaran akan
tiga misi Kristus, Tuhan, melalui nabi-nabi menubuatkan akan kehidupan,
kematian kebangkitan, dan kemenangan Sang Mesias. Kehidupan-Nya akan diisi dengan perbuatan-perbuatan dan
mukjijat-mukjijat yang ajaib, seperti: yang buta melihat, yang tuli mendengar,
yang lumpuh berjalan, dan yang bisu akan bernyanyi.
Meskipun orang melihat kuasa dan
mukjijat yang dilakukan, orang-orang akan menolak-Nya dan Dia akan menderita
dengan cara yang begitu kejam, dimana Yakub menggambarkannya bahwa Dia akan
melumuri jubahnya dengan darah.
Daniel memperkuat nubuat ini dengan
mengatakan bahwa Mesias akan disingkirkan, walaupun Dia tidak melakukan
kesalahan apapun. Dan nabi Yesaya menggambarkan-Nya
sebagai Hamba yang menderita (the
Suffering Servant). Kemudian, nabi Yesaya
melanjutkannya dengan memberikan gambaran yang begitu jelas tentang bagaimana
Mesias menderita. Dinubuatkan juga bahwa Mesias harus menderita untuk menebus
dosa manusia sehingga manusia akan menerima keselamatan.
Kemudian, Daud di dalam Mazmur dan Kitab Kebijaksanaan memberikan drama
penyaliban Mesias. Namun, Daud juga menceritakan kebangkitan Mesias, ketika Daud
mengatakan bahwa Tuhan tidak akan menyerahkan-Nya ke dunia orang mati. Walapun Mesias mengalami semua penderitaan yang begitu
berat, Tuhan telah memberitakan kepada Adam dan Hawa, dan juga kepada ular,
bahwa Mesias akan memenangkan
pertempuran dengan meremukkan kepala Setan melalui penderitaan Kristus,
yang dilambangkan dengan meremukkan tumit-Nya. Semua
nubuat ini dipenuhi oleh Kristus dalam kehidupan-Nya, pelayanan-Nya, penderitaan-Nya,
kematian-Nya di kayu salib, dan kebangkitan-Nya.
3.5.
Gereja Katolik dinubuatkan sebagai sakramen
keselamatan untuk seluruh dunia.
Memang sesungguhnya, melalui
penderitaan Mesias, Tuhan telah mengatakannya dari semula bahwa Mesias akan
menjadi berkat bagi seluruh bangsa. Lebih lanjut,
Daniel 9 menekankan bahwa kedatangan Mesias adalah untuk menghancurkan dosa dan
membawa keadilan sejati. Dengan cara ini, maka Kerajaan Allah dapat terjadi di
dunia ini dengan Kristus sendiri menjadi raja, batu penjuru, dimana Tuhan
sendiri memberikan-Nya segala kekuasaan dan kemuliaan, dan kerajaan, sehingga
semua orang dari segala penjuru dan bangsa dapat memuji dan menyembah-Nya. Dan Gereja menjadi sakramen keselamatan bagi seluruh
bangsa.
3.6.Sang Mesias
memberikan Perjanjian Baru
Efek yang lain dari kedatangan
Mesias ke dunia adalah Dia akan menetapkan Perjanjian Baru. Dan Perjanjian yang
baru ini tidak ditulis di atas batu, namun ditulis di setiap hati manusia. Dan ini mencapai pemenuhannya melalui pelayanan yang diberikan
melalui Gereja dengan memberikan rahmat kekudusan dan berkat Roh Kudus yang
diterimakan di dalam Sakramen Permandian dan Penguatan.
3.7.Kesimpulan
Dari sini kita dapat menyimpulkan
bahwa begitu banyak nubuat tentang Mesias yang diberitakan oleh para nabi dalam
kurun waktu lebih dari 20 generasi. Tuhan sendiri telah mempersiapkan
kedatangan-Nya secara perlahan-lahan dan terus menerus dari awal mula, sehingga
manusia akan dapat mengenali dan mempersiapkan kedatangan-Nya dengan pertobatan
hati seperti yang diberitakan oleh Yohanes Pemandi.
Dengan mempelajari semua nubuat
tersebut di atas secara jujur, sungguh sangat sulit untuk sampai tidak
mengenali bahwa semua nubut tersebut hanya bermuara ke satu titik, lebih
tepatnya satu pribadi, yaitu Yesus Kristus, Anak Allah yang menjadi manusia dan
membawa keselamatan bagi seluruh bangsa. Kedatangan Yesus yang telah
diberitakan sebelumnya ini membedakan Yesus dengan para pemimpin agama yang
lain. Semua nubuat kedatangan Yesus ini menjadi salah satu “motives of credibility“,
motif yang dapat dipercaya bahwa Yesus adalah benar-benar Mesias, Anak Allah,
yang dijanjikan.
3.8.
Ringkasan dari nubuat tentang Mesias dalam kurun waktu
2000 tahun lebih, yang dipenuhi dalam diri Yesus:
3.8.1.
Kedatangan Mesias
3.8.1.1.Dia akan
datang dari keturunan Abraham, Iskak, Yakub, dan Daud.
- Mesias akan datang dari
keturunan Abraham, Iskak, Yakub (Kej 2:3; 18:8; 22:18; Kej 26:4; Kej
28:13-15).
- Mesias akan datang dari tunggul
Isai (Yes 11:1-2). Isai adalah bapa dari Daud (1 Sam 16:19).
- Seorang nabi dari Moab, Bileam,
bernubuat tentang kedatangan Mesias yang akan datang dari keturunan Yakub
(Bil 24-17-19).
- Mesias akan datang dari
keturunan Daud dari suku Yudah, dan Tuhan menjanjikan bahwa tahta-Nya akan
berlangsung untuk selamanya (2 Sam 7:12-16; Yer 23:5; Maz 89:35-37).
- Pemenuhan
janji ini adalah dalam diri Kristus, seperti yang ditunjukkan dalam garis
keturunan yang diberikan oleh Matius dan Lukas (Mat 1:1-17; Luk 3:23-38).
Perbedaan garis keturunan yang dikemukakan antara Matius dan Lukas,
dikarenakan Matius membuat garis keturunan St. Yosef dan Lukas melihatnya
dari Bunda Maria. Untuk keterangan lebih lanjut mengenai bagaimana
sebenarnya garis keturunan ini tidak bertentangan, silakan klik disini (dalam bahasa Inggris).
- Untuk
menyimpulkan bahwa kerajaan yang dijanjikan oleh Tuhan adalah kerajaan
Daud atau Salomo adalah tidak mungkin, karena kerajaan mereka telah
runtuh. Pemenuhan janji ini hanya ada pada diri Kristus, dimana
kerajaan-Nya akan terus ada sampai akhir jaman. Dan kerajaan-Nya di dunia
ini adalah Gereja Katolik, dimana Yesus sendiri menjanjikan akan
melindungi Gereja-Nya sampai akhir jaman (Mat 16:16-20).
3.8.1.2. Dia akan datang di Bethlehem.
- Betlehem Efrata, di daerah
Yudea adalah lokasi yang sangat spesifik untuk kelahiran Mesias, seperti
yang diberitakan oleh nabi Mikah (Mic 5:2).
- Yesus
adalah pemenuhan janji ini, karena Yesus lahir di Betlehem di daerah
Yudea (Mat 2:6; Yoh 7:42; Luk 2:4). Hal ini menjadi begitu penting,
karena dengan mengatakan Mesias lahir di Betlehem, sama saja kalau di
Indonesia mengatakan bahwa Mesias akan lahir di Mojokerto di daerah Jawa
Timur. Jadi Tuhan memilih tempat yang begitu kecil, yang secara manusia
tidak mungkin terjadi, namun semua ini terpenuhi dalam diri Yesus.
3.8.1.3. Dia akan datang pada waktunya,
yaitu sebelum kehancuran Yerusalem.
- Sang Mesias akan datang sebelum
suku Yehuda benar-benar lenyap (Kej 49:8-11; Bil 24:17-19).
- Karena dinubuatkan bahwa Mesias
akan datang dari keturunan Daud, suku Yehuda, maka Mesias akan datang
sebelum keturunan Daud lenyap (2 Sam 7:12-16; Yer 23:5; Maz 89:35-37).
Kita tahu bahwa pada tahun 70AD, Yerusalem mengalami kerusakan total
karena kepungan tentara Roma dibawah jendral Titus, dimana kehancuran ini
telah dinubuatkan oleh Yesus sendiri (Mat 24:3-21).
- Malaikat Gabriel mengatakan
kepada nabi Daniel bahwa Mesias akan datang dalam waktu 70 minggu tahun
dari saat pembangunan kembali Yerusalem (Dan 9:1-27).
- 70
minggu tahun (490 tahun) dari saat pembangunan kembali Yerusalem (sekitar
tahun 458 BC), membawa kita kepada sekitar tahun 32 AD, tahun dimana
Yesus disalibkan.
- Semua
nubuat di atas dipenuhi oleh Yesus Kristus, keturunan Daud, yang berkarya
sampai tahun 33 AD. Jadi Mesias datang sebelum kehancuran total Yerusalem
tahun 70 AD.
3.8.1.4. Dia akan dilahirkan oleh seorang
perawan.
- Mesias akan lahir dari seorang
perawan, seperti yang diberitakan kepada raja Ahab oleh nabi Yesaya (Yes
7:13-14).
- Pemenuhan
janji ini adalah Yesus Kristus, yang lahir dari perawan Maria. (Luk
1:26-38). Hal ini juga dicatat dalam Kitab Suci agama Islam.
3.8.2. Karakter dari Mesias yang dijanjikan
3.8.2.1.Dia adalah abadi
- Nabi Mikah menubuatkan tentang
Mesias, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala, namun
Dia akan lahir di Betlehem (Mik 5:2; Ams 8:22-31).
- Ini
adalah dua hal yang mempunyai sifat yang berbeda. Di satu sisi, Dia ada
sejak asal mula, namun di satu sisi dia masuk dalam sejarah manusia, yang
bermula di Betlehem. Disinilah pemenuhan janji Allah pada diri Yesus,
yang mempunyai dua kodrat, Tuhan dan Manusia (one person with two
nature).
3.8.2.2.Dia adalah Anak Manusia dan Anak
Allah
- Nabi Daniel mengalami suatu
penglihatan, dimana datang Anak Manusia dan kepada-Nya diberikan segala
kuasa, kemuliaan, dan kerajaan (Dan 7:13-14; Maz 2:7-8; 2 Sam 7:14).
- Orang
Yahudi mengerti bahwa Anak Manusia berarti “Manusia itu” atau Anak Allah
berarti “Allah”.
- Dan
semua dipenuhi dalam diri Yesus, dimana dalam beberapa kesempatan, Yesus
mengatakan bahwa Dia adalah Anak Manusia (Mat 8:20, 18:11,12:8, 12:38-42,
13:37,41-42; Lk 9:58, 6:5, 11:29-32, 18:31-34, 20:17-19, 16:27-28,
9:26-27; Mk 2:27-28, 8:11-13, 8:38-9:1, 10:32-34).
3.8.2.3.Dia mempunyai Roh Allah dan diberi
gelar Ilahi
- Roh Allah akan ada pada diri
Mesias: roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh
pengenalan dan takut akan Tuhan (Yes 11:2).
- Mesias akan diberi gelar-gelar
Ilahi, seperti: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja
Damai (Yes 9:6).
- Semua
gelar di atas adalah hanya untuk Tuhan, yang terpenuhi dalam diri
Kristus, karena memang Yesus datang ke dunia dan Dia telah menunjukkan
bahwa Dia adalah Tuhan.
- Gelar
Penasehat Ajaib mengingatkan kita akan suatu figur kebijaksaan (Am
8:22-31). Dan Roh Tuhan ini adalah Tuhan sendiri, seperti yang kita lihat
dalam penciptaan dunia (Kej 1:2).
3.8.2.4.Mesias akan mempunyai Roh
Kelemahlembutan dan Belas Kasihan
- Seluruh ajaran dan pengadilan
dari Mesias akan ditandai dengan Roh kelemahlembutan dan belas kasihan,
dimana nabi Zakaria mengatakan bahwa Raja yang rendah hati akan naik
keledai (Yes 42:3; Zak 9:9).
- Hal
ini terpenuhi dalam diri Yesus, yang mengajarkan ajaran cinta kasih,
seperti yang tercermin dalam kotbah di bukit (Mat 5:1-12).
- Yesus
juga memasuki kota Yerusalem dengan menunggang keledai (Mat 21:5-7)
3.8.3.
Mesias mempunyai 3 misi utama: menjadi Raja, Nabi, dan Imam.
3.8.3.1.Mesias adalah Raja
- Mesias digambarkan sebagai
Raja, pada waktu Yakob memberkati Yehuda, dimana Yakob mengatakan bahwa
tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda sampai Dia datang yang
berhak atasnya, dan kepada-Nya akan takluk bangsa-bangsa. (Kej 49:8-10).
- Sampai
Dia yang berhak atasnya merujuk kepada Mesias, dimana Dia datang untuk
mendirikan kerajaan-Nya yang memang menjadi hak-Nya, sebelum suku Yehuda
benar-benar musna. Jadi nubuat ini merujuk kepada Kristus, yang juga
memprediksikan kehancuran Yerusalem.
- Bileam, bernubuat tentang
Mesias, yang akan menjadi bintang, dan mempunyai kekuasaan seluruh bangsa
(Bil 24:17-19).
- Bintang
dari Yakub terpenuhi dari diri Yesus, dimana kelahiran-Nya ditandai
dengan bintang yang diikuti oleh orang-orang magus. Bintang Israel
bukanlah raja dari dunia ini, namun Dia adalah Raja Surgawi yang bertahta
dalam hati setiap orang.
- Yesaya mengatakan bahwa seorang
anak akan lahir dan pemerintahan akan ada pada pundak-Nya (Yes 9:6).
- Zakaria mengatakan bahwa
seorang Raja yang rendah hati akan menaiki keledai (Zak 9:9).
3.8.3.2.Mesias adalah Nabi
- Musa berkata bahwa Tuhan akan
memberikan nabi yang baru seperti dia diantara kaum Israel (Ul 18:15-19).
- Rasul
Petrus dan diakon Stefanus mengatakan bahwa Yesus adalah pemenuhan dari
Nabi yang Baru seperti yang telah dijanjikan oleh Musa karena Dia
memberikan hukum yang baru, yang lebih sempurna daripada hukum Musa (Kis
3:22-23; Kis 7:37).
- Yesus
adalah Musa yang baru, seorang Nabi, perantara antara manusia dan Tuhan,
yang memateraikan perjanjian baru dengan darah-Nya sendiri di kayu salib.
Perjanjian Baru ini lebih sempurna daripada Perjanjian Lama yang diadakan
di gunung Sinai.
3.8.3.3.Mesias adalah Imam
- Mesias akan menjadi imam untuk
selama-lamanya, menurut Melkisedek (Maz 110:4).
- Yesus
adalah Imam Agung menurut Melkisedek dimana Dia menggenapi nubuat ini
dengan kurban imamat pada saat perjamuan terakhir (Ibr 5:1-10; 6:20).
3.8.4. Kehidupan, penderitaan, kematian,
kebangkitan, dan kemenangan Sang Mesias.
3.8.4.1.Dia akan melakukan banyak mukjijat
- Nabi Yesaya menubuatkan bahwa
Mesias akan melakukan banyak mukjijat, seperti: orang buta melihat, yang
tuli mendengar, yang lumpuh berjalan, dan yang bisu bersorak-sorai (Yes
29:18, 35:5-6, 61:1).
- Yesus
menjadi pemenuhan nubuat ini, seperti yang dikutip-Nya pada waktu Dia
menjawab utusan Yohanes Pemandi (Mat 11:5; Luk 4:18; Mat 15:30).
- Kita
juga melihat dalam seluruh Injil, Yesus melakukan banyak sekali mukjijat.
- Bahwa
Yesus melakukan banyak sekali mukjijat, juka di akui oleh kaum Muslim.
3.8.4.2.Dia akan dianiaya, mengalami
penderitaan dan mati di kayu salib
- Sang Mesias digambarkan mengalami
penderitaan
- Yakob
menggambarkan bahwa Mesias akan mencuci pakaiannya dengan anggur dan
bajunya dengan darah buah anggur (Kej 49:11).
- Daniel
9 memberikan gambaran akan Mesias yang menderita, dimana dia akan
disingkirkan, walaupun tidak mempunyai kesalahan apapun (Dan 9: 26).
- Gambaran akan penderitaan
Mesias:
- Nabi
Yesaya memberikan gambaran yang begitu jelas akan penderitaan Sang Mesias
(Yes 42; 49; 50; 53).
- Mesias
harus menderita untuk menanggung dosa dunia; oleh bilur-bilur-Nya, kita
disembuhkan (Yes 53:5).
- Mesias
juga akan ditolak oleh orang-orang (Maz 118:22).
- Yesus
ditolak bukan hanya oleh orang-orang, namun terutama adalah para ahli
farisi, imam agung. Namun penolakan ini melahirkan Kerajaan Allah, dengan
Yesus sendiri sebagai batu penjuru (Mat 21:42).
- Daud
berbicara tentang penderitaan Kristus di kayu salib, seperti: tangan dan
kakinya akan ditusuk, segala tulangnya terlihat, membagi pakaiannya,
menderita kehausan yang sangat (Maz 22). Dan lebih lanjut nabi Yesaya
mengatakan bahwa Mesias akan memberikan punggungnya bagi orang-orang yang
memukulnya, dan memberikan pipinya bagi yang mencabut janggutnya. Dia
dinodai dan diludahi, namun dia tidak menyembunyikan mukanya (Yes 50:6).
Lebih lanjut buku Kebijaksanaan Salomo menceritakan tentang penganiayaan
dan penolakan Kristus (Keb 2:12-20).
- Drama
yang begitu kejam ini terpenuhi dalam diri Kristus yang mengalami
penderitaan begitu hebat sesuai dengan yang dinubuatkan nabi Daud dan
Yesaya (Mat 27:39-42).
3.8.4.3.Dia akan bangkit
- Daud berbicara tentang
kebangkitan Mesias ketika dia berkata bahwa Tuhan tidak akan memberikan
Dia kepada dunia orang mati (Maz 49:15).
- Yesus
adalah pemenuhan nubuat ini, karena Yesus telah bangkit dari mati dengan
begitu banyak saksi yang masih hidup pada waktu Injil dan Surat Rasul
Paulus ditulis (Mat 28:7).
- Yesus
juga mengatakan bahwa Dia adalah kebangkitan dan hidup dan barangsiapa
percaya kepada-Nya, dia akan hidup walaupun dia sudah mati (John 11:25).
3.8.4.4.Dia akan menjadi pemenang
- Namun Sang Mesias telah
dinubuatkan akan menjadi pemenang, seperti yang dikatakan oleh Tuhan
sendiri, ketika Tuhan berbicara di hadapan Adam, Hawa, dan ular, dan
mengatakan ” Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan
ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya
akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.”
(Kej 3:15).
- Wanita
ini dapat diinterpretasikan sebagai Maria, yang melahirkan Yesus.
- Jadi
Yesus, anak dari Maria, adalah pemenuhan dari nubuat ini, yang telah
meremukkan kepala setan, namun dengan mengalami keremukan tumit, atau
penderitaan yang berat, yang mencapai puncaknya pada penderitaan Kristus
di kayu salib.
3.8.5.
Mesias akan menghapus dosa manusia dengan Perjanjian yang baru, yang akan
menjadi berkat bagi seluruh bangsa dan dicapai melalui Gereja-Nya.
3.8.5.1.Mesias akan menghapuskan dosa dan
membawa keadilan yang sejati
- Daniel 9 mengatakan bahwa
Mesias akan melenyapkan kefasikan, mengakhiri dosa, menghapuskan
kesalahan, mendatangkan keadilan yang kekal (Dan 9:24).
- Nubuat
ini terpenuhi dalam diri Yesus, yang kedatanga-Nya memberikan kesempatan
kepada manusia untuk bersatu kembali dengan Tuhan.
3.8.5.2.Mesias akan membuat Perjanjian yang
Baru.
- Nabi Yeremiah dan Ezekiel
mengatakan bahwa Mesias akan memberikan perintah yang baru, Perjanjian yang
Baru, dimana tidak ditulis di atas batu, namun ditulis di dalam hati
setiap orang (Yer 31:31-33; Ez 36:24-27).
- Dan
semua ini dipenuhi oleh pelayanan Gereja dalam memberikan rahmat
kekudusan dan karunia Roh Kudus melalui Sakramen Permandian dan Sakramen
Penguatan.
3.8.5.3.Dia akan menjadi berkat bagi seluruh
bangsa
- Berkat bagi seluruh bangsa
telah dijanjikan oleh Tuhan kepada Abraham, Iskak, Yakob (Kej 12:3; 18:8;
22:18; Kej 26:4; Kej 28:13-15).
- Berkat
untuk seluruh bangsa mengalir dari Yesus, melalui Gereja-Nya, sehingga
Gereja Katolik menjadi sakramen keselamatan bagi seluruh bangsa.
3.8.5.4.Mesias akan mendirikan Kerajaan
Allah
- Daniel menafsirkan mimpi dari
raja tentang patung yang terdiri dari empat elemen, dimana akhirnya
dihancurkan oleh tangan Ilahi, yang dilambangkan dengan batu yang bukan
dari tangan manusia (Dan 2:32-45).
- Empat
kerajaan melambangkan: Babilonia, Persia & Media, Aleksandria, Roma.
- Batu
melambangkan sesuatu yang lebih besar dari kerajaan Roma dan terbuat dari
tangan Ilahi. Batu ini melambangkan Mesias.
- Batu
itu kemudian tumbuh menjadi gunung yang besar dan memenuhi bumi, yang
melambangkan Gereja Katolik yang menjadi sakramen Keselamatan bagi
seluruh bangsa.
- Daniel melihat Anak Manusia,
yang diberikan kekuasaan, kemuliaan, dan kekuasaan sebagai raja, dan semua
orang dari segala penjuru, bangsa, dan bahasa akan melayani Dia dan
kekuasaan ini tidak akan berakhir (Dan 7:13-14; Maz 72:4-17).
- Dan
semua dipenuhi dalam diri Yesus, dimana dalam beberapa kesempatan, Yesus
mengatakan bahwa Dia adalah Anak Allah (Mat 8:20, 18:11,12:8, 12:38-42,
13:37,41-42; Lk 9:58, 6:5, 11:29-32, 18:31-34, 20:17-19, 16:27-28,
9:26-27; Mk 2:27-28, 8:11-13, 8:38-9:1, 10:32-34).
- Kedatangan
Yesus yang kedua digambarkan seperti Anak Manusia yang datang di atas
awan-awan di langit dengan segala kekuasaan dan kemuliaan (Dan 7:13-14).
3.8.5.5. Gereja Katolik adalah Kerajaan
Allah yang didirikan oleh Mesias
- Yesaya menubuatkan bahwa rumah
Allah akan didirikan dan dimuliakan, dimana seluruh orang dan bangsa akan
datang kepadanya (Yes 2:2-3). Lebih lanjut, Yesaya berkata bahwa Mesias
adalah terang bagi bangsa-bangsa, di mana keselamatan akan mencapai
seluruh dunia. (Yes 49:5-12).
- Semua
ini dipenuhi dalam Gereja Katolik yang didirikan oleh Kristus, dimana
segala macam suku dan bahasa datang dan bergabung menjadi anggota Gereja.
BAB
IV YESUS DAN GEREJA
Bagian I: GEREJA
TONGGAK KEBENARAN
4.1.1. Gereja yang seperti apa?
Mungkin kita pernah mendengar
orang-orang mempertanyakan apa sih ciri-ciri Gereja yang sejati? Apakah
benar Gereja Katolik itu Gereja yang didirikan Yesus Kristus, dan yang dengan
setia meneruskan serta menjaga kemurnian ajaran Kristus itu? Atau mungkin kita
pernah mendengar pertanyaan-pertanyaan seperti, “Apakah anda yakin anda
selamat? Sudahkah anda menerima Yesus sebagai Juruselamat anda pribadi?” Ulasan
berikut ini mungkin bermanfaat bagi refleksi kita semua.
Ajaran Gereja Katolik menjawab
pertanyaan yang paling mendasar dalam hidup kita, seperti, “Siapa yang
menciptakan aku? Mengapa aku diciptakan? Apa Tuhan sungguh ada? Apa yang harus
kulakukan supaya aku bahagia? Mengapa ada banyak penderitaan di dunia ini?”
Pertanyaan- pertanyaan ini hanya bisa dijawab dengan memuaskan jika kita punya
keterbukaan hati terhadap rahmat Tuhan, menerima apa yang dinyatakan Yesus
melalui Gereja yang didirikan-Nya, dan selanjutnya mengikuti rencana-Nya untuk
setiap dari kita.
4.1.2. Gereja
yang berlangsung sepanjang sejarah
Gereja adalah terang dunia yang
meneruskan Yesus Sang Terang kepada dunia
Ini berdasarkan perkataan Yesus sendiri, “Kamu adalah terang dunia. Kota yang
terletak di atas di atas gunung tidak mungkin tersembunyi “(Mat 5:14). Karena
itu, Gereja yang didirikan oleh Yesus dimaksudkan untuk berdiri sebagai
institusi yang kelihatan. Yesus sendiri berjanji, “…di atas batu karang ini
(Petrus) Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.”
(Mat 16:18) Artinya, Gereja-Nya
tidak akan pernah binasa, dan tidak akan pernah terlepas daripadaNya.
Gereja-Nya akan bertahan terus sampai kedatanganNya kembali di akhir zaman.
Gereja Katolik adalah Gereja satu-satunya
yang bertahan sejak didirikan oleh Kristus (sekitar 30 AD). Dapat dikatakan
bahwa gereja yang lain adalah kelompok yang memecahkan diri dari kesatuan
Gereja Katolik. Gereja Timur Orthodox memisahkan diri dari pada tahun 1054,
gereja Protestan tahun 1517, dan gereja-gereja Protestan yang lain adalah
pemecahan dari gereja Protestan yang awal ini.
Hanya Gereja Katolik yang bertahan
dari abad pertama yang dengan setia mengajarkan pengajaran yang diberikan
oleh Kristus kepada para Rasul-Nya, tanpa mengurangi ataupun mengubah.
Kesinambungan para Paus dapat ditelusuri asalnya sampai kepada Rasul Petrus.
Hal ini tidak pernah terjadi di dalam organisasi apapun di dunia. Pemerintahan
negara dunia yang tertua-pun tidak dapat menandingi lamanya keberadaan Gereja
Katolik. Banyak gereja yang sekarang aktif menjalankan penginjilan didirikan
hanya di abad- 19 atau ke- 20, atau baru-baru ini saja di abad ke-21. Tidak ada
dari mereka yang dapat berkata mereka didirikan sendiri oleh Yesus.
Gereja Katolik telah berdiri
selama kira-kira 2000 tahun, walaupun dalam sejarahnya sering menghadapi
pertentangan dari dunia. Ini adalah kesaksian yang nyata bahwa Gereja berasal
dari Tuhan, sebagai pemenuhan dari janji Kristus. Jadi, Gereja bukan
semata-mata organisasi manusia, meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa ada
masa-masa di mana dipimpin oleh mereka yang tidak bijaksana, yang mencoreng
nama Gereja dengan perbuatan- perbuatan mereka. Namun, kenyataannya, mereka
tidak sanggup menghancurkan Gereja. Gereja Katolik tetap berdiri sampai
sekarang. Jika Gereja ini hanya organisasi manusia semata, tentulah ia sudah
hancur sejak lama. Sekarang Gereja Katolik beranggotakan sekitar satu milyar
anggota, sekitar seper-enam dari jumlah manusia di dunia, dan menjadi kelompok
yang terbesar dibandingkan dengan gereja-gereja yang lain. Ini bukan hasil dari
kepandaian para pemimpin Gereja, tetapi karena karya Roh Kudus.
4.1.3. Empat tanda Gereja sejati
Jika kita ingin tahu apa yang
menjadi ciri-ciri Gereja yang didirikan oleh Kristus, kita akan mengetahui
bahwa ada empat ciri; yaitu Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik (Lumen
Gentium / LG, 8)
4.1.3.1. Gereja yang Satu
(Rom 12:5, 1Kor 10:17, 12:13, KGK
(Katekismus Gereja Katolik 813-822), LG 4)
Yesus
mendirikan hanya satu Gereja, bukan kesatuan dari beberapa gereja yang
berbeda-beda. Kita mengetahuinya dari Yesus sendiri, yang mengatakan bahwa Ia
akan mendirikan Gereja-Nya (bukan gereja-gereja) di atas Petrus (Mat 16:18).
Pada saat Perjamuan Terakhir sebelum wafatNya Kristus berdoa untuk kesatuan
GerejaNya: “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di
dalam Aku dan Aku di dalam Engkau…” (Yoh 17:21). Kitab suci mengatakan bahwa
Gereja adalah ‘mempelai Kristus’ (Ef 5:23-32). Karenanya, tidak mungkin Ia
mempunyai lebih dari satu mempelai. Mempelai-Nya yang satu adalah Gereja
Katolik.
Kesatuan Gereja Katolik ini
ditunjukkan dengan kesatuan dalam hal (1)iman dan pengajaran,
berdasarkan ajaran Kristus (2) liturgi dan sakramen dan (3) kepemimpinan,
yang awalnya dipegang oleh para rasul di bawah kepemimpinan Rasul Petrus, yang
kemudian diteruskan oleh para pengganti mereka. Kepada kesatuan inilah semua
para pengikut Kristus dipanggil (Fil 1:27, 2:2), sebagai “sebuah bangsa yang
dipersatukan dengan kesatuan Bapa, Putera dan Roh Kudus.” (LG 4)
Kesatuan Gereja Katolik dalam hal
pengajaran mempunyai dua dimensi, yaitu berlaku di seluruh dunia dan berlaku
sepanjang sejarah. Hal ini dimungkinkan karena dalam hal iman kepemimpinan
Gereja dipegang oleh seorang kepala, yaitu seorang Paus yang bertindak sebagai
wakil Kristus. Sepanjang sejarah, oleh bimbingan Roh Kudus, Gereja semakin
memahami akan ajaran-ajaran Kristus (Yoh 16:12-13) dan menjabarkannya, namun
tidak pernah menetapkan sesuatu yang bertentangan dari apa yang sudah
ditetapkan sebelumnya.
4.1.3.2. Gereja yang kudus
(Ef 5:25-27, Why 19:7-8, KGK
823-829, LG 8, 39, 41,42)
Kekudusan Gereja disebabkan oleh kekudusan
Kristus yang mendirikannya. Hal ini tidak berarti bahwa setiap anggota
Gereja-Nya adalah kudus, sebab Yesus sendiri mengakui bahwa para anggotaNya
terdiri dari yang baik dan yang jahat (lih. Yoh 6:70), dan karena itu tak semua
dari anggotaNya masuk ke surga (Mat 7:21-23). Tetapi Gereja-Nya menjadi kudus
karena ia adalah mempelai Kristus dan Tubuh-Nya sendiri, sehingga Gereja
menjadi sumber kekudusan dan sebagai penjaga alat yang istimewa untuk
menyampaikan rahmat Tuhan melalui sakramen- sakramen (lih. Ef 5:26).
Jadi kekudusan Gereja dapat dilihat dari para anggotanya yang
hidup di dalam rahmat pengudusan, terutama mereka yang sungguh-sungguh
menerapkan kekudusan itu di dalam kaul religius seperti para rohaniwan,
rohaniwati dan terutama terlihat nyata pada para martir dan Orang Kudus (lih.
LG 42). Kekudusan Gereja juga terlihat dari banyaknya mukjizat yang dilakukan
oleh Para Kudus sepanjang sejarah. Dalam hal kekudusan inilah, maka Gereja
menggarisbawahi pentingnya pertobatan (lih. LG 8), agar para anggotanya dibawa
kepada rahmat pengudusan Allah.
4.1.3.3. Gereja yang katolik
(Mat
28:19-20, Why 5:9-10, KGK 830-856, LG 1)
Kata ‘Katolik’ berasal dari bahasa
Yunani, katholikos, yang artinya “keseluruhan/ universal” atau “lengkap
“. Jadi dalam hal ini kata katolik mempunyai dua arti: bahwa Gereja yang
didirikan Yesus ini bukan hanya milik suku tertentu atau kelompok eksklusif
yang terbatas; melainkan mencakup ‘keseluruhan‘ keluarga Tuhan yang ada
di ‘seluruh dunia‘, yang merangkul semua, dari
setiap suku, bangsa, kaum dan bahasa (Why 7:9). Kata ‘katolik’
juga berarti bahwa Gereja tidak dapat memilih-milih doktrin yang tertentu asal
cocok sesuai dengan selera/ pendapat kita, tetapi harus doktrin yang setia
kepada ‘seluruh‘ kebenaran. Rasul Paulus mengatakan bahwa hakekatnya
seorang rasul adalah untuk menjadi pengajar yang ‘katolik’ artinya yang
“meneruskan firman-Nya (Allah) dengan sepenuhnya…. tiap-tiap orang kami
nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk
memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus.” (Kol 1:25,
28)
Maka, Gereja Kristus disebut sebagai
katolik (= universal) sebab ia dikurniakan kepada segala bangsa, oleh
karena Allah Bapa adalah pencipta segala bangsa. Sebelum naik ke surga, Yesus
memberikan amanat agung agar para rasulNya pergi ke seluruh dunia untuk
menjadikan semua bangsa murid-muridNya (Mat 28: 19-20). Sepanjang sejarah
Gereja Katolik menjalankan misi tersebut, yaitu menyebarkan Kabar Gembira pada
semua bangsa, sebab Kristus menginginkan semua orang menjadi anggota
keluarga-Nya yang universal (Gal 3:28). Kini Gereja Katolik ditemukan di semua
negara di dunia dan masih terus mengirimkan para missionaris untuk mengabarkan
Injil. Gereja Katolik yang beranggotakan bermacam bangsa dari berbagai budaya
menggambarkan keluarga Kerajaan Allah yang tidak terbatas hanya pada negara
atau suku bangsa yang tertentu.
Nama ‘Gereja Katolik’ pertama
diresmikan pada awal abad ke-2 (tahun 107), ketika Santo Ignatius dari
Antiokhia menjelaskan dalam suratnya kepada jemaat di Syrma 8, untuk menyatakan
Gereja Katolik sebagai Gereja satu-satunya yang didirikan Yesus, untuk
membedakan umat Kristen dari para heretik pada saat itu yang menolak bahwa
Yesus adalah Allah yang sungguh-sungguh menjelma menjadi manusia, yaitu heresi/
bidaah Docetism dan Gnosticism. Dengan surat ini St. Ignatius mengajarkan
tentang hirarki Gereja, imam, dan Ekaristi yang bertujuan untuk menunjukkan kesatuan
Gereja dan kesetiaan Gereja kepada ajaran yang diajarkan oleh Kristus.
Demikian penggalan kalimatnya,“…Di
mana uskup berada, maka di sana pula umat berada, sama seperti di mana ada
Yesus Kristus, maka di sana juga ada Gereja Katolik.”
Di sinilah baru Gereja Katolik memiliki arti yang kurang lebih sama dengan yang
kita ketahui sekarang, bahwa Gereja Katolik adalah Gereja universal di bawah
pimpinan para uskup yang mengajarkan doktrin yang lengkap, sesuai dengan
yang diajarkan Kristus.
Namun, istilah ‘katolik’ bukan
istilah baru, karena sudah dipakai sebelumnya pada zaman Santo Polycarpus
(murid Rasul Yohanes) untuk menggambarkan iman Kristiani.
bahkan pada jaman para rasul. Kis 9:31 menuliskan asal mula kata Gereja Katolik
(katholikos) yang berasal dari kata “Ekklesia Katha Holos“.
Ayatnya berbunyi, “Selama beberapa waktu jemaat di seluruh Yudea,
Galilea dan Samaria berada dalam keadaan damai. Jemaat itu dibangun dan
hidup dalam takut akan Tuhan. Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan
dan penghiburan Roh Kudus.” Di sini kata “Katha holos atau katholikos”
dalam bahasa Indonesia adalah jemaat/ umat Seluruh/ Universal atau Gereja
Katolik, sehingga kalau ingin diterjemahkan secara konsisten, maka Kis
9:31, bunyinya adalah, “Selama beberapa waktu Gereja Katolik di Yudea,
Galilea, dan Samaria berada dalam keadaan damai. Gereja itu dibangun dan
hidup dalam takut akan Tuhan. Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan
dan penghiburan Roh Kudus.”
4.1.3.4. Gereja yang Apostolik
(Ef 2:19-20,
KGK 857-865, LG 22)
Gereja disebut apostolik karena Yesus
telah memilih para rasul-Nya untuk menjadi pemimpin- pemimpin pertama
Gereja-Nya, di bawah pimpinan Rasul Petrus (Mat 16:18, Yoh 21:15-18). Oleh
karena Yesus sendiri menjanjikan Gereja-Nya tidak akan binasa (Mat 16:18), maka
kepemimpinan Gereja tidak berhenti dengan kepemimpinan para rasul tetapi
diteruskan oleh para penerus mereka. Dengan demikian janji penyertaan Yesus
terus berlangsung sampai pada saat ini, di mana Ia mengatakan, “Aku akan
menyertai engkau senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat 28:20).
Para rasul adalah para uskup yang
pertama, dan sejak abad pertama, pengajaran para rasul di dalam Kitab suci dan
Tradisi kudus diturunkan dari mulut ke mulut kepada para penerus mereka (lih. 2
Tes 2:15), misalnya tentang kehadiran Kristus yang nyata di dalam Ekaristi,
kurban Misa, pengampunan dosa melalui perantaraan imam, kelahiran baru dalam
pembaptisan, keberadaan Api penyucian, peran khusus Maria dalam karya
Keselamatan, hal kepemimpinan Paus, dan lain-lain.
Surat pertama dari Santo Klemens
(penerus ketiga setelah Rasul Petrus, tahun 96) kepada jemaat di Korintus yang
menyelesaikan konflik di antara mereka membuktikan kepemimpinan Gereja di bawah
penerus Rasul Petrus sebagai uskup di Roma.
Kepemimpinan di bawah Paus di Roma ini diakui oleh Gereja Katolik sampai saat
ini (LG 22). Singkatnya, jika kita kembali ke abad pertama, kita akan menemukan
Gereja yang memiliki banyak kemiripan dengan Gereja Katolik yang sekarang,
karena memang itu adalah satu dan sama.
4.1.4. Kesimpulan: Gereja adalah tiang penopang dan
dasar kebenaran
Gereja yang otentik adalah Gereja
yang satu, kudus, katolik dan apostolik; dan ini terdapat di Gereja Katolik.
Dari Kitab Suci, Tradisi dan tulisan para Bapa Gereja dapat diketahui bahwa
Gereja mengajar dengan kuasa Yesus. Di tengah-tengah banyaknya pendapat dan
ajaran dari agama-agama yang berbeda-beda, Gereja Katolik selalu menyuarakan
ajaran yang sama sepanjang segala abad, sebab ia adalah “tiang penopang dan
dasar kebenaran” (1 Tim 3:15).
Karena Yesus sendiri mengatakan
kepada para rasul, “Barangsiapa yang mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku;
dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku dan Dia yang mengutus Aku” (Luk
10:16), maka kita percaya bahwa Yesus mempercayakan kepemimpinan Gereja kepada
para rasul dan penerus mereka. Karena Yesus sendiri berjanji akan membimbing
Gereja-Nya sampai kepada seluruh kebenaran oleh kuasa Roh KudusNya (Yoh
16:12-13), maka kita dapat mengimani bahwa Gereja-Nya ini, Gereja Katolik,
mengajarkan kebenaran Kristus.
Bagian 2: GEREJA TONGGAK KEBENARAN
DAN TANDA KASIH TUHAN
4.2.1. Gereja Tanda Kasih Tuhan
Jika anda seorang perancang, entah
itu arsitek, perancang busana, mesin, mobil ataupun program komputer, tentu
pada saat anda merancang, anda sudah punya sebuah gambaran dalam pikiran anda
tentang hasil akhir rancangan anda. Mungkin hal ini dapat membantu kita untuk
memahami bagaimana Allah telah merencanakan tujuan akhir pada saat menciptakan
dunia. Kita semua mengetahui bahwa manusia adalah mahluk terakhir yang
diciptakan-Nya, yang menjadi paling sempurna dari antara mahluk hidup lainnya,
yaitu tumbuhan dan hewan. Pada saat menciptakan manusia inilah, Allah telah
merancang hasil akhir dari penciptaan tersebut, yaitu bahwa semua manusia akan
dipersatukan dengan diri-Nya sendiri. Begitu dalamnya makna kasih Tuhan ini,
hingga kita-pun sulit membayangkannya. Tetapi begitulah yang direncanakan Allah
bagi kita, sehingga digenapi apa yang tertulis, “Apa yang tidak pernah dilihat
oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul
di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi
Dia” (1Kor 2:9, Yes 64:4). Ya, Tuhan bermaksud menjadikan kita bagian yang
terpisahkan daripada-Nya, bersatu denganNya di dalam hidup Ilahi dan
menikmati kebahagiaan bersamaNya tanpa akhir.
Persatuan inilah yang menjadi
hakekat Gereja, maka benarlah jika dikatakan bahwa “dunia diciptakan untuk
Gereja dan Gereja adalah tujuan segala sesuatu“.
Untuk tujuan ini, Allah telah mengirimkan Yesus Kristus Putera-Nya yang
mengorbankan DiriNya demi menghapus dosa manusia, agar manusia dapat
dikumpulkan di dalam Dia dalam suatu sarana yang dinamakan “Gereja”. Dengan
demikian, Gereja tidak saja menjadi tujuan akhir hidup manusia tetapi juga
sarana untuk mencapai tujuan itu (KGK 778, 824). Sungguh tak terbataslah kasih
Tuhan dan tak ternilailah ‘harga’ yang telah dibayarNya demi terbentuknya
Gereja! Di saat kita sampai pada pengertian inilah, kita akan memiliki rasa
syukur dan hormat yang mendalam kepada Tuhan dan kepada Gereja yang
didirikanNya.
Seperti halnya bulan memantulkan
cahaya matahari, Gereja yang adalah Tubuh Mistik Kristus memantulkan cahaya
Kristus, Sang Terang dunia (Yoh 8:12, 9:5) kepada semua bangsa. Gereja di
dalam Kristus adalah seperti sakramen yaitu tanda dan sarana persatuan yang tak
terpisahkan dengan Allah dan kesatuan dengan seluruh umat manusia.
Oleh karena itu, Gereja sebagai cerminan Kristus menjadi tanda Kasih Allah
kepada manusia, yang mengarahkan manusia pada tujuan akhir hidupnya yaitu
persatuan dengan Allah. Jadi, Gereja memiliki dua dimensi yang tak terpisahkan,
yaitu: pertama, sebagai tujuan akhir, ia berdimensi Ilahi, dan kedua, sebagai
sarana, ia berdimensi manusiawi. Perpaduan kedua hal ini merupakan suatu yang
kompleks, yang membuat Gereja sebagai kelompok yang kelihatan secara lahiriah,
namun bersifat rohaniah; kelompok yang dilengkapi struktur kepemimpinan, namun
juga sebagai Tubuh Mistik Kristus; kelompok yang berada di dunia namun
diperkaya oleh karunia-karunia surgawi.
4.2.2. Gereja sebagai tujuan akhir hidup manusia
(lih. Ef
1:9-10, Kol 1:15-20,26-27; 1Kor 2:7, Lumen Gentium 2, KGK 760-764)
Pada saat penciptaan dunia, Allah
telah merencanakan untuk mengangkat manusia ke dalam kehidupan Ilahi. Namun
rencana persatuan Ilahi ini terhalang oleh karena dosa Adam yang kemudian
diturunkan kepada semua manusia. Karenanya Allah terus menerus mengutus para nabi
untuk membawa manusia kembali kepadaNya, hingga akhirnya Ia mengutus Putera-Nya
sendiri yaitu Yesus Kristus menjadi tebusan atas dosa-dosa manusia, supaya
tidak ada lagi penghalang antara manusia dengan Allah.
Di dalam diri Kristus, Allah yang
tidak kelihatan menyatakan diriNya dan Kristus menjadi yang sulung dari segala
ciptaan. Segala sesuatu diciptakan di dalam Kristus, Sang Firman, (Yoh 1:1),
oleh Kristus, dan untuk Kristus. Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat (lih. Kol
1:15-18, Ef 1:9-10). Karenanya, sudah sejak awal mula Allah telah merencanakan
penggabungan jemaat dengan Kristus sebagai kepala yang kemudian dikenal
sebagai ‘Gereja’. Rasul Paulus mengajarkan bahwa pada mulanya Allah menentukan
orang-orang yang dipilihNya untuk menjadi serupa dengan Kristus Putera-Nya,
supaya Kristus menjadi yang sulung dari banyak saudara (lih. Rom 8:29). Nah,
kesatuan semua manusia dengan Yesus sebagai yang sulung inilah yang disebut
Gereja.
Maka kalau ada orang bertanya pada
kita sejak kapan Gereja direncanakan oleh Allah, kita dapat mengatakan bahwa
Gereja sudah direncanakan sejak penciptaan dunia. Hanya saja pada waktu itu (di
dalam Kitab Kejadian) belum secara eksplisit disebut sebagai ‘Gereja’.
Persekutuan manusia dalam ‘wadah’ Gereja ini dipersiapkan oleh Allah melalui
pembentukan bangsa Israel di masa Perjanjian Lama hingga tiba waktunya Kristus
sendiri menyempurnakannya oleh kuasa Roh Kudus pada Perjanjian Baru, yang
merupakan penggenapan Perjanjian Lama. Pada akhir zaman, Gereja akan mencapai
kesempurnaannya, di mana semua orang benar sepanjang segala abad akan
dipersatukan dengan Allah sendiri.
Nyatalah, sebagai tujuan akhir hidup
manusia, Gereja bersifat Ilahi, sebab di dalamnya manusia dipersatukan dengan
Allah. Persekutuan kudus dengan Allah ini membawa manusia pada persekutuan
dengan para orang kudus sepanjang zaman, karena semua orang kudus tersebut
bersekutu dengan Allah, dan juga, karena kematian tidak dapat memisahkan kita
dari kasih Kristus (Rm 8:38). Persekutuan kudus ini pula yang menjelaskan, bahwa
hanya ada satu Gereja, karena hanya ada satu Tubuh Mistik Kristus, yang terdiri
dari kita yang masih berziarah di dunia ini, mereka yang sudah mulia di surga,
dan mereka yang sebelum masuk ke surga masih dimurnikan di Api Penyucian.
Kedua dimensi persekutuan ini –yaitu persekutuan dengan Allah dan dengan para
kudusNya- menunjukkan sifat ilahi dari Gereja, yang membedakannya dari
organisasi apapun di dunia.
4.2.3. Gereja sebagai sarana untuk mencapai tujuan
akhir hidup manusia
(lih. Ef
4:7,12-16, 1 Tim 3:15, LG 1, 4, KGK 765-768)
Sekarang, mari kita lihat peran
Gereja sebagai sarana menuju tujuan akhir manusia. Kristus telah datang ke
dunia untuk menebus dosa-dosa kita, supaya kita beroleh keselamatan dan dapat
dipersatukan dengan Allah. Untuk itu, Kristus mendirikan Gereja-Nya pada hari
Pentakosta oleh kuasa Roh Kudus, supaya oleh Roh yang sama Ia senantiasa dapat
menguduskan Gereja-Nya, untuk membawa umat manusia kepada keselamatan dalam
persekutuan dengan Allah Bapa. Ini adalah suatu karunia rahmat, bukan usaha
manusia sendiri. Karunia keselamatan ini diberikan melalui perantaraan Gereja,
yang adalah Tubuh Kristus, sehingga Gereja juga disebut ‘sakramen
keselamatan,’
yaitu tanda/ sarana untuk menyalurkan
rahmat keselamatan dari Tuhan. Perlu kita ingat bahwa Kristus sendiri adalah
Sakramen (Tanda) Kasih Allah, dan Gereja adalah sakramen Kristus. Dengan
demikian, Gereja sebagai tanda Kasih Allah terjadi karena hubungan Gereja
dengan Kristus.
Sebagai ‘sakramen’, Gereja
terus-menerus menghadirkan secara nyata karya keselamatan Kristus oleh kuasa
Roh Kudus. Kristus terus menerus hadir dan berperan aktif dengan cara yang
kelihatan di dalam dan melalui Gereja-Nya yang dibimbing oleh Roh Kudus. Jadi
di dalam GerejaNya, Kristus sendirilah yang mengajar, menguduskan, dan melayani
Gereja melalui para uskup. Hal ini sesuai dengan janjiNya kepada para rasul,
“Engkau akan menerima kuasa Roh Kudus…. dan engkau akan menjadi saksi-saksiKu
di Yerusalem….” (Kis 1:8). Telah menjadi kehendak Yesus bahwa setelah
kenaikanNya ke surga, Ia akan tetap berkarya di dalam Gereja, agar kita diberi
kasih karunia untuk keperluan pembangunan Tubuh-Nya sampai kita bertumbuh
sesuai dengan kepenuhan Kristus (lih. Ef 4:7,12-13). Yesus berkarya melalui
perantaraan manusia yang dipilihNya, yaitu para rasul dan penerus mereka yaitu
para uskup, yang secara turun temurun diurapi dengan kuasa Roh KudusNya
sendiri.
Jelaslah bahwa selain dijiwai oleh
Tuhan Yesus, Gereja juga melibatkan peran serta manusia, misalnya, Gereja
dipimpin oleh manusia (Paus dan para uskup, imam), beranggotakan kita manusia,
yang kesemuanya tidak terlepas dari dosa. Karenanya, Tuhan menyediakan sarana
pengudusan, di mana Ia sendiri yang bertindak menguduskan lewat perantaraan
para imam-Nya melalui sakramen-sakramen. Melalui sakramen, rahmat Tuhan yang
tidak kelihatan disalurkan melalui simbol-simbol yang kelihatan. Maka dalam
dimensi manusiawi ini terdapat dua hal yang penting, yaitu hal kepemimpinan/
struktur Gereja dan hal sakramen sebagai saluran rahmat Tuhan yang melibatkan
perantaraan manusia dan benda-benda lahiriah.
4.2.4. Kepemimpinan/ struktur Gereja
(KGK
880-883, LG 18-29)
Yesus mendirikan GerejaNya di atas
Rasul Petrus (Kepha,
Petros) -yang artinya batu karang- (Mat 16:18) dan memberikan kuasa yang khusus
kepadanya di atas para rasul yang lain, untuk menggembalakan domba-domba-Nya
(Yoh 21:5-7). Walaupun Kristus juga memberikan kuasa kepada rasul-rasul yang
lain (Mat 18:18), hanya kepada Petruslah Ia memberikan kunci- kunci Kerajaan
Surga (Mat 16:19) yang melambangkan kuasa untuk memimpin GerejaNya di dunia.
Yesus sang Gembala yang Baik
mempercayakan domba-dombaNya kepada Petrus dan mempercayakan tugas untuk
meneguhkan iman para rasul yang lain, agar iman Gereja jangan sampai sesat (Luk
22:3-32). Petruslah yang kemudian menjadi pemimpin para rasul setelah hari
Pentakosta, mengabarkan Injil, membuat keputusan dan pengarahan (Kis 2:1-41,
15:7-12). Para penerus Rasul Petrus ini dikenal sebagai uskup Roma, yang
dipanggil sebagai ‘Paus’ yang artinya Papa/ Bapa.
Jelaslah bahwa secara struktural,
Paus (penerus Rasul Petrus) memegang kepemimpinan tertinggi, diikuti oleh para
uskup (penerus para rasul lainnya) di dalam persekutuan dengan Paus. Para uskup
ini dibantu oleh para imam dan diakon. Dalam hal ini, para Paus memegang kuasa
Rasul Petrus, yang menerima perintah dari Yesus sendiri, dan karenanya tidak
mungkin sesat. Perlu diketahui, bahwa kepemimpinan Paus -dan para uskup di
dalam persekutuan dengannya- yang tidak mungkin sesat (‘infallible’)
ini- hanya berlaku di dalam hal pengajaran iman dan moral.
Hal ini sungguh membuktikan kemurnian pengajaran Gereja, karena ajarannya bukan
merupakan hasil demokrasi manusia, melainkan diturunkan dari Yesus sendiri, dan
Paus tidak punya kuasa untuk mengubahnya.
4.2.5. Sakramen-sakramen Gereja
(KGK
1113-1532)
Ketujuh sakramen (Pembaptisan,
Penguatan, Ekaristi, Pengakuan Dosa, Tahbisan, Perkawinan, dan Urapan orang
sakit) merupakan tanda yang menyampaikan rahmat dan kasih Tuhan secara
nyata. Hal ini merupakan pemenuhan janji Kristus yang tidak akan pernah
meninggalkan kita sebagai yatim piatu (Yoh 14:18). Melalui sakramen tersebut,
Allah mengirimkan Roh Kudus-Nya untuk menyembuhkan, memberi makan dan
menguatkan kita.
Keberadaan
sakramen sebenarnya telah diperkenalkan sejak zaman Perjanjian Lama, tetapi
pada saat itu hanya merupakan simbol saja -seperti sunat dan perjamuan Paskah
(pembebasan Israel dari Mesir)- dan bukan sebagai tanda yang menyampaikan
rahmat Tuhan. Kemudian Kristus datang, bukan untuk menghapuskan Perjanjian Lama
melainkan untuk menggenapinya. Maka Kristus tidak menghapuskan simbol-simbol
itu tetapi menyempurnakannya, dengan menjadikan simbol sebagai tanda ilahi.
Sunat disempurnakan menjadi Pembaptisan, dan perjamuan Paskah menjadi Ekaristi.
Dengan demikian, sakramen bukan hanya sekedar simbol semata, tapi menjadi tanda
yang sungguh menyampaikan rahmat Tuhan.
Di sini kita melihat bagaimana Allah
tidak menganggap benda- benda lahiriah sebagai sesuatu yang buruk, sebab di
akhir penciptaan Allah melihat semuanya itu baik (Gen 1:31). Bukti lain adalah
Kristus sendiri mengambil rupa tubuh manusia (yang termasuk ‘benda’ hidup)
sewaktu dilahirkan ke dunia (lih. Ibr 10:5) Kita dapat melihat pula bahwa di
dalam hidupNya, Yesus menyembuhkan, memberi makan dan menguatkan orang-orang dengan
menggunakan perantaraan benda-benda, seperti tanah sewaktu menyembuhkan orang
buta (Yoh 9:1-7); air sewaktu mengubahnya menjadi anggur di Kana (Yoh 2:1-11),
roti dan ikan dalam mukjizat pergandaan untuk memberi makan 5000 orang (Yoh
6:5-13), dan roti dan anggur yang diubah menjadi Tubuh dan DarahNya di dalam
Ekaristi (Mat 26:26-28). Jika Yesus mau, tentu Ia dapat melakukan mujizat
secara langsung, tetapi Ia memilih untuk menggunakan benda- benda tersebut
sebagai perantara. Janganlah kita lupa bahwa Ia adalah Tuhan dari segala
sesuatu, dan karenanya Ia bebas menentukan seturut kehendak dan
kebijaksanaan-Nya untuk menyampaikan rahmatNya kepada kita.
4.2.5.1. Sakramen Pembaptisan
(KGK
1213-1284)
Akibat dosa asal, kita lahir di
dunia dengan kehilangan kemuliaan Allah (Rm 3:23), sehingga kita tidak mungkin
bersekutu dengan Allah. Yesus telah turun ke dunia untuk membawa manusia
kembali ke pangkuan Allah. Yesus mengatakan bahwa seseorang harus “dilahirkan
kembali dalam air dan Roh” (Yoh 3:5), yaitu di dalam Pembaptisan, di mana
seseorang dilahirkan kembali secara spiritual. Oleh kelahiran baru di dalam
Pembaptisan ini kita diselamatkan (lih. 1Pet 3:21), karena di dalam Pembaptisan
kita dipersatukan dengan kematian Kristus untuk dibangkitkan bersama-sama dengan
Dia (Rom 6:5).
Jadi Sakramen Pembaptisan
mendatangkan dua macam berkat, yaitu penghapusan dosa dan pencurahan
Roh Kudus beserta karuniaNya ke dalam jiwa kita, yang memampukan kita untuk
hidup baru (Acts 2:38). Oleh Pembaptisan, kita diangkat menjadi anak-anak Allah
dan digabungkan ke dalam Gereja yang menjadikan kita anggota Tubuh Kristus.
4.2.5.2.Sakramen Ekaristi
(KGK 1322-
1419)
Kristus mengasihi Gereja-Nya tanpa
batas dengan menganugerahkan Tubuh dan Darah-Nya sendiri kepada setiap anggota
keluargaNya di dalam perjamuan Ekaristi. Ekaristi merupakan penyempurnaan dari
perjamuan Paska Perjanjian Lama, yang ditandai dengan kurban anak domba yang
membebaskan orang-orang Israel dari maut. Dalam Ekaristi, Kristuslah, Anak
Domba Allah yang menjadi kurban untuk menghapus dosa-dosa kita, dan karena itu
kita memasuki Perjanjian Baru yang membebaskan kita dari kematian kekal.
Yesus sendiri berkata, “Jika kamu
tidak makan daging-Ku dan minum darah-Ku, engkau tidak mempunyai hidup di dalam
dirimu” (Yoh 6:53). Maka, dengan menyambut Ekaristi, kita melaksanakan
ajaran Yesus untuk memperoleh hidup yang kekal. Sakramen ini ditetapkan oleh
Yesus sendiri pada Perjamuan Terakhir sebelum sengsara-Nya, ketika Ia berkata
kepada para rasulNya, “Ambillah, makanlah, inilah TubuhKu… Minumlah…inilah
darahKu yang ditumpahkan bagiMu.. ..perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku”
(Luk 22:19-29, Mat 26: 28, Mrk 14:22-24).
Gereja Katolik mengajarkan bahwa
kurban salib Kristus terjadi hanya sekali untuk selama-lamanya (Ibr 9:28).
Kristus tidak disalibkan kembali di dalam setiap Misa Kudus, tetapi kurban yang
satu dan sama itu dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus untuk mendatangkan
buah-buahnya, yaitu penebusan dan pengampunan dosa.
Hal itu dimungkinkan karena Yesus yang mengurbankan Diri adalah Tuhan yang
tidak terbatas oleh waktu dan kematian, sehingga kurbanNya dapat dihadirkan
kembali, tanpa berarti diulangi.
Melalui perkataan imam yang dikenal
sebagai konsekrasi, roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus oleh
kuasa Roh Kudus. Karena itu, kita harus memeriksa diri sebelum menyambut
Ekaristi, sebab “barangsiapa dengan tidak layak makan roti dan minum cawan
Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan…dan barangsiapa makan dan
minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya” (1Kor
11:27-29). Dari pengajaran Rasul Paulus ini, kita mengetahui bahwa Kristus
sungguh hadir di dalam Ekaristi. Yesus memakai segala cara untuk menyatakan
bahwa Ia mau tinggal bersama kita, untuk menyertai dan menguduskan kita, karena
sungguh besarlah kasihNya kepada kita sebagai anggota Gereja-Nya.
4.2.5.3.Sakramen Penguatan
(KGK
1285-1321)
Tuhan memperkuat jiwa kita juga
dengan Sakramen Penguatan. Hal ini kita lihat dari kisah para rasul yang,
walaupun telah menerima rahmat Tuhan, mereka dikuatkan secara istimewa pada
hari Pentakosta, ketika Roh Kudus turun atas mereka. Atas karunia Roh Kudus ini
para rasul dapat dengan berani mengabarkan Injil dan melaksanakan misi yang
Yesus percayakan kepada mereka. Karunia Roh Kudus ini diturunkan melalui
penumpangan tangan para rasul (Kis 8:14-17) yang kemudian juga dilanjutkan oleh
para penerus mereka (para uskup) kepada Gereja-Nya. Melalui Sakramen Penguatan
inilah kita dikuatkan dalam iman untuk menghadapi tantangan hidup.
4.2.5.4.Sakramen Pengakuan/ Tobat
(KGK
1422-1498)
Allah mengetahui bahwa di dalam
perjalanan iman, kita dapat jatuh di dalam dosa. Maka Ia menganugerahkan
Sakramen Pengakuan/ Tobat pada kita, karena Allah selalu siap sedia untuk
mengangkat kita dan mengembalikan kita ke dalam persekutuan dengan Dia.
Di dalam sakramen ini kita mengakukan dosa kita di hadapan imam, karena Yesus
telah memberi kuasa kepada para imamNya untuk melepaskan umatNya dari dosa.
Setelah kebangkitanNya, Yesus berkata kepada para rasulNya, “Terimalah Roh
Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu
menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.” (Yoh 20:22-23). Melalui
Sakramen Tobat ini kita menerima pengampunan dosa dari Tuhan dan juga
rahmatNya, yang membantu kita untuk menolak godaan dosa di waktu yang akan
datang.
4.2.5.5.Sakramen Perkawinan
(KGK
1601-1666)
Sebagian besar orang dipanggil untuk
kehidupan berumah tangga. Melalui Sakramen Perkawinan, Tuhan memberikan rahmat
yang khusus kepada pasangan yang menikah untuk menghadapi bermacam tantangan
yang mungkin timbul, terutama sehubungan dengan membesarkan anak-anak dan
mendidik mereka untuk menjadi para pengikut Kristus yang sejati.
Dalam sakramen Perkawinan terdapat
tiga pihak yang dilibatkan, yaitu mempelai pria, mempelai wanita dan Allah
sendiri. Ketika kedua mempelai menerimakan sakramen Perkawinan, Tuhan berada di
tengah mereka, menjadi saksi dan memberkati mereka. Allah menjadi saksi melalui
perantaraan imam, atau diakon, yang berdiri sebagai saksi dari pihak Gereja.
Sakramen Perkawinan adalah kesatuan
kudus antara suami dan istri yang menjadi tanda yang hidup tentang
hubungan Kristus dengan GerejaNya (Ef 2:21-33). Karenanya, perkawinan
sakramental Katolik adalah sesuatu yang tetap dan tak terceraikan, kecuali oleh
maut (Mrk 10:1-2, Rom 7:2-3, 1Kor 7:10-11).
4.2.5.6.Sakramen Tahbisan
(KGK 1536-
1600)
Pada zaman Perjanjian Lama, meskipun
bangsa Israel telah dikatakan sebagai ‘kerajaan imam dan bangsa yang kudus’
(Kel 19:6), Allah tetap memanggil para pria tertentu untuk menjalankan tugas
sebagai imam (Kel 19:22). Hal yang sama terjadi di dalam Perjanjian Baru, sebab
walaupun semua orang Kristen dikatakan sebagai ‘imamat yang rajani’ (1Pet2:9),
namunYesus memanggil secara khusus beberapa orang pria untuk menjalankan tugas
pelayanan sebagai imam. Melalui Tahbisan ini, para imam diangkat untuk
menjadi pelayan Gereja untuk menjalankan tugas-tugas Kristus, yaitu sebagai
imam untuk menguduskan, nabi untuk mengajar dan raja untuk memimpin dan
melayani umat-Nya. Di atas semua ini tugas yang terpenting adalah mengabarkan
Injil dan menyampaikan sakramen-sakramen.
4.2.5.7.Sakramen Urapan Orang Sakit
(KGK 1499-
1532)
Alkitab mengatakan agar jika kita
sakit, maka baiklah kita memanggil penatua Gereja untuk mendoakan dan mengurapi
kita dengan minyak di dalam nama Tuhan. Dan doa yang didoakan dengan iman ini
akan menyelamatkan kita yang sakit dan mengampuni dosa kita (Yak 5:14-15). Oleh
karena itu, sakramen Urapan orang sakit ini tidak hanya dimaksudkan untuk
menguatkan kita di waktu sakit, tetapi juga untuk membersihkan jiwa kita
dari dosa dan mempersiapkan kita untuk bertemu dengan Tuhan.
4.2.6. Kesimpulan: Gereja adalah Tanda
Kasih Tuhan
Gereja adalah tujuan akhir hidup
manusia dan sarana untuk mencapai tujuan itu. ‘Gereja’ yang merupakan keselamatan manusia
dalam persekutuan dengan Allah dan sesama, juga menjadi ‘sakramen keselamatan’,
atau sarana dan tanda yang nyata dari misteri kasih Allah yang ditunjukkan oleh
pengorbanan Yesus di kayu salib. Sebagai anggota Gereja, kita diikutsertakan di
dalam misteri itu, dengan mengambil bagian di dalam misteri Paska Kristus yang
dinyatakan di dalam ketujuh sakramen yang kita terima, lewat perantaraan
penerus para rasul, yaitu para uskup dan pembantunya (imam). Marilah kita
mensyukuri anugerah Gereja Kudus ini, beserta dengan rahmat sakramen dan
keberadaan para pemimpin Gereja, sebab oleh semua itu kita beroleh karunia
Allah yang tiada batasnya, yaitu keselamatan di dalam persekutuan dengan Tuhan.
Bagian 3: GEREJA
TONGGAK KEBENARAN
DAN TANDA
KASIH TUHAN
Pernahkah
anda bertanya dalam hati, jika Tuhan menginginkan sebanyak mungkin orang masuk
ke surga, bagaimanakah Dia menyampaikan kebenaran tersebut, supaya orang-orang
dapat mengerti? Berikut ini adalah pengajaran Gereja yang mencerminkan kebaikan
dan kebijaksanaan Allah.
4.3.2. Allah adalah Kasih, maka Ia menghendaki semua
manusia selamat
Allah adalah Kasih (1Yoh 4:8), maka Allah
menghendaki semua manusia diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan
kebenaran (1Tim 2:4) yang diperoleh dengan mengenal Yesus Kristus, yang
menjadi kepenuhan wahyu Allah itu sendiri.
Untuk memenuhi kehendak Allah ini, Kristus kemudian memerintahkan pada para
rasul supaya Injil yang telah dijanjikan melalui para nabi, yang digenapi
olehNya dan disah-kanNya, dapat mereka wartakan kepada semua orang. Injil
adalah sumber kebenaran yang menyelamatkan dan sumber ajaran moral, yang
mendatangkan karunia-karunia ilahi.
Injil yang memuat kebenaran kasih Allah ini diturunkan kepada GerejaNya.
4.3.3. Bagaimana Allah berbicara pada GerejaNya untuk
menyampaikan rencanaNya?
Allah memberitahukan rencana
keselamatanNya kepada manusia melalui Injil. Injil ini diturunkan dengan dua
cara, yaitu secara lisan dan tertulis, untuk diteruskan kepada kita. Para rasul
mewartakan secara lisan apa yang mereka terima dari Kristus, entah dari
perbuatan Kristus ataupun dari percakapan denganNya, ataupun dari dorongan Roh
Kudus. Dan juga, para rasul dan tokoh-tokoh rasuli atas ilham Roh Kudus
menuliskan amanat keselamatan tersebut untuk dijadikan buku.
Hasil penulisan amanat Allah tersebut dikenal sebagai Kitab Suci. Nah, supaya
pesan Injil ini dapat diturunkan secara utuh dan hidup di dalam Gereja, para
rasul menunjuk uskup-uskup untuk menggantikan mereka dan menyerahkan kepada
mereka kedudukan untuk mengajar. Penerusan ajaran Injil ini yang terjadi di
bawah kuasa Roh Kudus, disebut sebagai Tradisi. Sedangkan para penerus rasul
yang mendapat wewenang mengajar dari para rasul ini disebut sebagai
Magisterium. Jadi Allah berkarya di dalam ketiga hal ini, yaitu Kitab Suci,
Tradisi Suci dan Magisterium, untuk menjamin kemurnian penurunan wahyu
kudus-Nya.
Jelaslah bahwa Tradisi Suci dan
Kitab Suci ini berhubungan sangat erat dan terpadu, sebab keduanya berasal dari
Allah, dan keduanya menghadirkan misteri Kristus di dalam Gereja, yang
mendatangkan buah keselamatan.
Hanya dengan perpaduan Tradisi dan Kitab Suci kita memperoleh gambaran yang
lengkap tentang wahyu Allah. Dalam hal ini, Magisterium memegang peran yang
sangat penting untuk menjamin pengertian yang benar terhadap wahyu Allah
tersebut. Karena itu, Allah menganugerahkan kurnia ‘infallibility‘
(‘tidak mungkin sesat’) kepada Paus dan para uskup dalam persekutuan dengannya
untuk dapat mengartikan dan melestarikan wahyu Allah itu dan mengajarkannya
kepada Gereja.
(KGK 75-83)
Tradisi Suci adalah Tradisi yang
berasal dari para rasul yang meneruskan apa yang mereka terima dari ajaran dan
contoh Yesus dan bimbingan dari Roh Kudus. Oleh Tradisi, Sabda Allah yang
dipercayakan Yesus kepada para rasul, disalurkan seutuhnya kepada para
pengganti mereka, supaya dalam pewartaannya, mereka memelihara, menjelaskan dan
menyebarkannya dengan setia.
Maka Tradisi Suci ini bukan tradisi manusia yang hanya merupakan ‘adat
kebiasaan’. Dalam hal ini, perlu kita ketahui bahwa Yesus tidak pernah mengecam
seluruh adat kebiasaan manusia, Ia hanya mengecam adat kebiasaan yang
bertentangan dengan perintah Tuhan (Mrk 7:8).
Jadi, Tradisi Suci dan Kitab Suci
tidak akan pernah bertentangan. Pengajaran para rasul seperti Allah
Tritunggal, Api penyucian, Keperawanan Maria, telah sangat jelas diajarkan
melalui Tradisi dan tidak bertentangan dengan Kitab Suci, meskipun hal-hal itu
tidak disebutkan secara eksplisit di dalam Kitab Suci. Janganlah kita lupa,
bahwa Kitab Suci sendiri mengajarkan agar kita memegang teguh Tradisi yang
disampaikan kepada kita secara tertulis ataupun lisan (2Tes 2:15, 1Kor:2).
Juga perlu
kita ketahui bahwa Tradisi Suci bukanlah kebiasaan-kebiasaan seperti doa
rosario, berpuasa setiap hari Jumat, ataupun selibat para imam. Walaupun semua
kebiasaan tersebut baik, namun hal-hal tersebut bukanlah doktrin. Tradisi Suci
meneruskan doktrin yang diajarkan oleh Yesus kepada para rasulNya yang
kemudian diteruskan kepada Gereja di bawah kepemimpinan penerus para rasul,
yaitu para Paus dan uskup.
(KGK
101-141)
Allah memberi inspirasi kepada
manusia yaitu para penulis suci yang dipilih Allah untuk menuliskan kebenaran.
Allah melalui Roh KudusNya berkarya dalam dan melalui para penulis suci
tersebut, dengan menggunakan kemampuan dan kecakapan mereka. “Oleh sebab itu,
segala sesuatu yang dinyatakan oleh para pengarang yang diilhami tersebut,
harus dipandang sebagai pernyataan Roh Kudus.”
Jadi jelaslah bahwa Kitab Suci yang mencakup Perjanjian Lama dan Baru adalah tulisan
yang diilhami oleh Allah sendiri (2Tim 3:16). Kitab-kitab tersebut
mengajarkan kebenaran dengan teguh dan setia, dan tidak mungkin keliru. Karena
itu, Allah menghendaki agar kitab-kitab tersebut dicantumkan dalam Kitab Suci
demi keselamatan kita.
Mungkin ada orang Kristen yang
berkata, bahwa keselamatan mereka diperoleh melalui Kitab Suci saja. Namun,
jika kita mau jujur, kita akan melihat bahwa hal itu tidak pernah diajarkan
oleh Kitab Suci itu sendiri. Malah yang ada adalah sebaliknya, bahwa Kitab Suci
tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri (2Pet 1:20-21) sebab ada
kemungkinan dapat diartikan keliru (2Pet 3:15-16). Gereja pada abad-abad awal
juga tidak menerapkan teori ini. Teori ‘hanya Kitab Suci’ atau ‘Sola
Scriptura’ ini adalah salah satu inti dari pengajaran pada zaman Reformasi
pada tahun 1500-an, yang jika kita teliti, malah tidak berdasarkan Kitab Suci.
Pada kenyataannya, Kitab Suci tidak
dapat diinterpretasikan sendiri-sendiri, karena dapat menghasilkan pengertian
yang berbeda-beda. Sejarah membuktikan hal ini, di mana dalam setiap tahun
timbul berbagai gereja baru yang sama-sama mengklaim “Sola Scriptura”
dan mendapat ilham dari Roh Kudus. Ini adalah suatu kenyataan yang
memprihatinkan, karena menunjukkan bahwa pengertian mereka tentang Kitab suci
berbeda-beda, satu dengan yang lainnya. Jika kita percaya bahwa Roh Kudus tidak
mungkin menjadi penyebab perpecahan (lih. 1Kor14:33) dan Allah tidak mungkin
menyebabkan pertentangan dalam hal iman, maka kesimpulan kita adalah: “Sola
Scriptura” itu teori yang keliru.
4.3.3.3.Magisterium (Wewenang mengajar)
Gereja
(KGK 85-87,
888-892)
Dari uraian di atas, kita mengetahui
pentingnya peran Magisterium yang “bertugas untuk menafsirkan secara
otentik Sabda Allah yang tertulis atau diturunkan itu yang kewibawaannya
dilaksanakan dalam nama Yesus Kristus.”
Magisterium ini tidak berada di atas Sabda Allah, melainkan melayaninya, supaya
dapat diturunkan sesuai dengan yang seharusnya. Dengan demikian, oleh kuasa Roh
Kudus, Magisterium yang terdiri dari Bapa Paus dan para uskup pembantunya [yang
dalam kesatuan dengan Bapa Paus] menjaga dan melindungi Sabda Allah itu
dari interpretasi yang salah.
Kita perlu mengingat bahwa Gereja
sudah ada terlebih dahulu sebelum keberadaan kitab-kitab Perjanjian Baru. Para
pengarang/ penulis suci dari kitab-kitab tersebut adalah para anggota Gereja
yang diilhami oleh Tuhan, sama seperti para penulis suci yang menuliskan
kitab-kitab Perjanjian Lama. Magisterium dibimbing oleh Roh Kudus diberi kuasa
untuk meng-interpretasikan kedua Kitab Perjanjian tersebut.
Jelaslah bahwa Magisterium sangat
diperlukan untuk memahami seluruh isi Kitab S uci.
Karunia mengajar yang ‘infallible‘ (tidak mungkin sesat) itu diberikan
kepada Magisterium pada saat mereka mengajarkan secara resmi doktrin-doktrin
Gereja. Karunia ini adalah pemenuhan janji Kritus untuk mengirimkan Roh
KudusNya untuk memimpin para rasul dan para penerus mereka kepada seluruh
kebenaran (Yoh 16:12-13).
4.3.4. Kesimpulan: Gereja sebagai Tonggak
Kebenaran terdiri dari tiga unsur, yaitu Kitab Suci, Tradisi Suci dan
Magisterium
Untuk memberitahukan rencana
keselamatanNya, Allah berbicara pada GerejaNya melalui Kitab Suci, Tradisi Suci
dan Magisterium. Ketiga hal ini adalah karunia Allah yang tidak terpisahkan
untuk menyampaikan kebenaran melalui GerejaNya. Perlu kita ingat bahwa Rasul
Paulus sendiri berkata bahwa Gereja adalah “jemaat dari Allah yang hidup,
tiang penopang dan dasar kebenaran” (1Tim 3:15).
Di dalam Gereja, wahyu Allah
dinyatakan dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci. Karena Kitab Suci dan Tradisi
Suci berasal dari Allah, kita harus menerima dan menghormati keduanya dengan
hormat yang sama.
Jika kita membaca Kitab Suci, terutama di dalam hal iman dan moral, kita harus menempatkan
pemahaman Magisterium Gereja di atas pemahaman pribadi, karena kepada
merekalah telah dipercayakan tugas mengartikan Wahyu Allah secara otentik.
Namun hal ini janganlah sampai mengurangi semangat kita untuk membaca Kitab
Suci, karena Gereja mengajarkan kita agar kita rajin membaca Kitab Suci dan
mempelajarinya, sebab melalui Kitab Suci kita dibawa pada ”pengenalan yang
mulia akan Kristus” (Fil 3:8). St. Jerome mengatakan, bahwa jika kita tidak
mengenal Kitab Suci, maka kita juga tidak mengenal Kristus.
Ini adalah suatu tantangan buat kita semua yang mengatakan bahwa kita mengenal
dan mengasihi Yesus.
Jadi,
sebagai Tonggak Kebenaran, Gereja memiliki tiga unsur, yaitu: Kitab Suci,
Tradisi Suci dan Magisterium. Ketiganya merupakan pemenuhan janji Allah
yang selalu mendampingi GerejaNya sampai kepada ’seluruh kebenaran’ (Yoh
16:12-13), yang senantiasa bertahan sampai akhir jaman. Mari kita bersyukur
untuk pemenuhan janji Tuhan ini.
Bagian 4: GEREJA
TONGGAK KEBENARAN
DAN TANDA
KASIH TUHAN
Allah adalah Kasih, maka Ia menghendaki semua manusia
mencapai kebahagiaan.
Allah ingin agar kita semua
berbahagia. “Aku datang,” kata Yesus, “supaya kamu mempunyai hidup dan
mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yoh 10:10). Pertanyaannya sekarang, apa
itu kebahagiaan atau kelimpahan hidup? Banyak orang mungkin mengartikan
kebahagiaan dengan kelimpahan materi. Namun sesungguhnya, bukan itu yang
dijanjikan Yesus, walaupun Ia dapat saja karena kebijaksanaanNya
menganugerahkan berkat-berkat kepada kita. Namun, jika kita berpikir bahwa Yesus
datang untuk memberikan kelimpahan materi, artinya kita tidak sungguh-sungguh
memahami arti pengorbanan Yesus di kayu salib bagi kita. Yesus memberikan
DiriNya untuk disalibkan untuk menghapuskan dosa-dosa kita yang memisahkan kita
dari Allah. Dengan demikian, kita didamaikan dengan
Allah, kita dikuduskan, dan bersatu denganNya, dan dengan sesama saudara
seiman. Persatuan dengan Allah inilah yang memberikan kita kelimpahan hidup.
Dengan bersekutu dengan Allah, sumber dan empunya segala sesuatu, kita tidak
akan berkekurangan. Kebahagiaan semacam ini lebih dari segala kelimpahan dunia
dan tak dapat diberikan oleh dunia.
Bagaimana persatuan dengan Allah dan saudara-saudari
seiman dinyatakan?
Persatuan kita dengan Allah dimulai
dengan Pembaptisan, yang dilanjutkan dengan pertumbuhan spiritual melalui doa,
baik doa pribadi maupun doa bersama, keikutsertaan di dalam sakramen-sakramen
Gereja, terutama Ekaristi, dan penerapan kebajikan dalam perbuatan
–perbuatan kasih. Dengan ketiga hal inilah yang mengacu pada kekudusan,
kita bertumbuh dalam persatuan kita dengan Allah dan sesama.
(KGK 2558-
2865)
Di dalam doa, kita mengarahkan hati
ke surga, mengucap syukur dan kasih kita kepada Tuhan di saat susah maupun
senang.
Kita mengangkat jiwa kepada Tuhan dan memohon kepadaNya demi hal-hal yang baik.
Untuk berdoa inilah diperlukan sikap kerendahan hati, karena kita tidak tahu
bagaimana sebenarnya harus berdoa (Rm 8:26). Karenanya kita memerlukan
bimbingan Allah sendiri, yang telah mengajari kita berdoa melalui Yesus, untuk
selalu memohon kedatangan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah di sini adalah
“persatuan seluruh Tritunggal Mahakudus dengan seluruh jiwa manusia”,
maka dengan demikian, dengan kehidupan doa, kita berada di dalam hadirat Allah.
Hadirat Allah ini membuka persekutuan kita dengan para kudusNya, yang mempunyai
dua arti, yaitu persekutuan dalam hal-hal yang kudus, dan persekutuan antara
para orang kudus.
Jadi, melalui doa, kita bertumbuh
di dalam relasi dengan Allah, yang juga membawa pertumbuhan relasi kita
dengan anggota-anggota keluarga Allah. Para anggota keluarga ini tidak hanya
terbatas mereka yang hidup di dunia, tetapi juga mereka yang sudah mendahului
kita, baik yang sudah mulia di surga, maupun yang sebelum masuk ke surga masih
dimurnikan di Api Penyucian. Kenapa demikian? Karena kematian tidak punya kuasa
untuk memisahkan kita dari kasih Kristus (Rom 8:38).
Jadi, kepada Allah Tritunggal kita
mengarahkan doa kita, yaitu kepada Allah Bapa, yang oleh perantaraan Yesus
dan kuasa Roh Kudus dapat kita panggil sebagai “Bapa Kami”. Namun kita
dapat pula memohon agar para orang kudus di surga mendoakan kita, seperti
halnya kita meminta agar saudara-saudari kita yang masih hidup di bumi
mendoakan kita. Sebab di surga, para orang kudus berdoa bagi kita (Why 5:8),
dan doa mereka sangatlah besar kuasanya sebab mereka orang-orang yang sudah
dibenarkan oleh Allah sendiri (Yak 5:16) oleh karena kesempurnaan kasih yang
mereka perbuat di dunia.
Jika kita meminta agar para orang
kudus mendoakan kita, itu tidak berarti kita mengurangi peran Yesus sebagai
satu-satunya Perantara (1Tim 2:5), melainkan kita memenuhi ajaran untuk
“menaikkan permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang”, karena
itulah yang baik dan berkenan kepada Allah Juruselamat kita (1Tim 2:1-4). Jadi
sebagai anggota Tubuh Kristus kita dipanggil untuk saling menolong dan
mendoakan (Gal 6:2), dan dipanggil untuk menjadi rekan sekerja Allah dalam
rencana keselamatan (1Kor 3: 9).
Seandainya hidup ini seperti
sekolah, Para Orang Kudus adalah seperti para senior kita yang telah lebih
dahulu lulus ujian. Jika kita ingin lulus dengan baik, belajarlah melalui
teladan hidup mereka. Siapa yang dengan rendah hati mau belajar, dia akan
memiliki kemungkinan lebih besar untuk lulus. Allah memang dengan sengaja
mengikutsertakan mereka di dalam rencana keselamatan kita, supaya kita bisa
melihat contoh hidup mereka, yang telah menjadi ‘rekan sekerja Allah’ dalam
rencana keselamatan (1Kor 3:9) tersebut.
Dalam hal
inilah, kita melihat Bunda Maria sebagai teladan. Doa-doanya bagi kita sangat
penuh kuasa karena hubungannya yang sangat istimewa dengan Yesus, Puteranya
(lih. Yoh 2:1-11). Allah memberikan peran yang khusus kepada Bunda Maria
untuk menjadi ibu yang melahirkan Putera-Nya Yesus ke dunia. Karenanya, Allah
menjadikannya penuh rahmat, yang artinya bebas dari dosa (Luk 1:28, 47),
terberkati di antara semua wanita (Luk 1:42), dan menjadikannya teladan bagi
semua manusia (Luk 1:48). Pada akhir hidupnya, Allah mengangkat Bunda Maria,
tubuh dan jiwa, ke surga, suatu gambaran bagi kita tentang kebangkitan kita
pada akhir jaman (Why 12:1-2).
(KGK
1210-1666)
Melalui sakramen- sakramen Gereja
(Pembaptisan, Penguatan, Ekaristi, Pengakuan Dosa, Perkawinan, Tahbisan suci,
dan Urapan orang sakit)- terutama Ekaristi, kita dipersatukan dengan misteri
Paska Kristus, yaitu: wafat, kebangkitan, dan kenaikanNya ke surga, dan
karenanya kita dibawa kepada persatuan denganNya. Melalui Sakramen- sakramen
Gereja ini Kristus Sang Kepala membagi-bagikan milikNya kepada semua anggota.
3. Perbuatan- perbuatan kasih, dijiwai
oleh iman dan harapan
(KGK
1812-1829, 1833-1841)
Gereja Katolik mengajarkan bahwa
kita diselamatkan karena rahmat kasih karunia (Ef 2:5)
oleh iman (Ef 2:8), bukan hanya karena iman. Selanjutnya, iman yang
menyelamatkan adalah iman yang hidup, yang tertuang dalam perbuatan kasih (lih.
Yak 2:24) dan yang mengarahkan pandangan kita kepada kehidupan abadi (Tit
3:6-7). Dengan hidup di dalam iman, harapan dan kasih (hidup kudus), kita
“hidup dalam hubungan dengan Tritunggal Mahakudus.”
Jadi, rahmat pertama yang
mendatangkan pertobatan, pengampunan dosa dan pembenaran itu bukan sesuatu yang
diperoleh karena usaha manusia, tetapi hanya karena kebaikan Tuhan.
Namun, setelah kita menerima rahmat pertama itu – yaitu dalam Pembaptisan- kita
harus mengembangkannya di dalam perbuatan- perbuatan kasih yang mengantar kita
kepada hidup yang kekal (Rom 2:6-7). Perbuatan kasih ini berkenan bagi Allah,
bahkan Allah mengajarkan hal ini sebagai hukum yang terutama (Mat 22:37-39; Mrk
12:30-31).
Jadi, kita tidak meraih keselamatan
dengan usaha perbuatan kita (Ef 2:8-9; Rom 9:16), melainkan hanya karena kemurahan
hati Allah. Namun iman yang kita peroleh di dalam Kristus meletakkan kita di
dalam hubungan yang penuh dengan rahmat Allah, sehingga oleh kasih, ketaatan
dan iman, kita beroleh kehidupan kekal (Rom 2:7). Rasul Yohanes mengatakan,
tanda bahwa kita mengenal Allah adalah dengan menuruti perintah-perintahNya
(1Yoh 2:3-4; 3:23-24), sehingga perbuatan- perbutan kasih selalu harus
dilakukan oleh orang-orang yang percaya kepada Allah.
Jika setelah kita menerima
Pembaptisan kita menolak berbuat kasih, atau tepatnya tetap berada di dalam
dosa- dosa kita, kita sama dengan orang yang menolak rahmat Tuhan itu. Itu sama
saja dengan meninggalkan Kristus (Yoh 15:5-6) atau tidak berpegang teguh pada
Injil, sehingga sia-sialah iman kita (1Kor 15:1-2). Jadi kita tidak dapat
mengatakan bahwa kita beriman kepada Tuhan, jika kita terus memilih untuk hidup
di dalam dosa. Menerima Yesus sebagai Juruselamat pribadi harus disertai dengan
perubahan diri ke arah kebaikan. Rasul Paulus menuliskan hal ini berulang kali,
agar semua pengikut Kristus, yaitu kita semua, berjuang untuk menghidari dosa,
yang pada dasarnya berarti perbuatan-perbuatan yang jahat yang bertentangan
dengan perintah Tuhan.
Dengan melakukan perbuatan-perbuatan
kasih, kita dibentuk oleh Allah untuk menjauhi dosa (lih. 1Pet 4:8). Sebab,
dengan melakukan perbuatan kasih, kita semakin termotivasi untuk meninggalkan
dosa-dosa kita. Teladan hidup para kudus menunjukkan pada kita bahwa untuk
menjauhkan diri dari dosa, kita harus melakukan ketiga hal ini: berdoa
secara teratur setiap hari, mengambil bagian dalam sakramen-sakramen Gereja,
terutama Ekaristi, dan melakukan perbuatan-perbuatan kebajikan yaitu
yang didasari iman, harapan dan kasih.
Di atas semua itu, baiklah kita
mengingat bahwa perbuatan kasih-lah yang menghantar kita ke surga, dan
perbuatan kasih kepada Tuhan dan sesama adalah yang menandai kita sebagai
pengikut Kristus yang sejati.
Namun dalam melakukan perbuatan-perbuatan kasih janganlah kita sampai
mengundang perhatian orang. Allah mengatakan, jika kita melakukan perbuatan
kasih, entah itu berdoa, memberi sedekah, pertolongan atau perhatian- agar
dilakukan secara tersembunyi, -maksudnya tidak digembar-gemborkan-, “maka
Bapa-mu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu” (Mat 6:3).
Kesimpulan: Gereja sebagai Tanda Kasih Tuhan dialami
melalui doa, sakramen dan perbuatan- perbuatan kasih.
Allah mengasihi kita, dan karenanya
menginginkan kita hidup berbahagia. Kebahagiaan kita terletak pada
persekutuan kita dengan Tuhan. Gereja adalah karunia Tuhan yang menjadi
Tanda KasihNya dimana Tuhan merangkul semua orang yang percaya di dalam
persekutuan denganNya. Persekutuan ini kita alami melalui doa, sakramen dan
perbuatan-perbuatan kasih, yang membantu kita bertumbuh di dalam iman,
pengharapan, dan kasih, atau singkatnya ‘kekudusan’.
Dalam hal ini, para orang kudus
menjadi teladan kita sebab mereka telah terlebih dahulu sampai ke surga setelah
memenangkan pergumulan hidup di dunia ini.
Joseph Ratzinger, Pope Benedict XVI, Jesus of Nazareth, Ibid., p.
108-109, mengutip Rabbi Neusner (Jacob Neusner, A Rabbi Talks with Jesus
(Montreal: McGill- Queen’s University Press, 2000), membayangkan suatu dialogue
antara dirinya dengan seorang Rabbi kuno Yahudi tentang ajaran Yesus. Ia
membandingkan ajaran Yesus dengan teks Talmud Babilonia untuk mencari kebenaran
Hukum Tuhan. Rabbi itu bertanya kepada Neusner:
He: ”So, is
this what the sage, Jesus, had to say?” (Jadi inikah yang dikatakan Yesus, sang
saga?)
I: “Not
exactly, but close.” (Tidak persis, tapi hampir mendekati)
He: “What
did He leave out?” (Apa yang tidak disebutkan-Nya?)
I: “Nothing.” (Tidak ada)
He: “Then what did He add?” (Jadi,
apa yang ditambahkan-Nya?)
I: “Himself”… (Diri-Nya sendiri)
He: “Well, why so troubled this
evening?” (Lalu, kenapa engkau gundah sore ini?).
I: “Because I really believe there is a difference between “You shall be holy,
for the Lord your God am holy” and “If you would be perfect, go, sell all you
have and come, follow me.” (Sebab saya percaya ada perbedaan antara “Engkau
harus menjadi kudus, sebab Aku Tuhanmu adalah kudus” dengan “Jika engkau mau
sempurna, pergilah, juallah segala milikmu, dan datanglah, ikutlah aku.)
Beberapa gereja Protestan dan pendirinya adalah sebagai berikut: Anglican,
didirikan oleh Raja Henry VIII (abad ke-16) di Inggris, Lutheran dan Calvinis
oleh Luther dan Calvin (abad ke 16), Methodis didirikan oleh John Wesley (1739)
di Inggris, Kristen Baptis oleh Roger Williams (1639), Anabaptis oleh Nicolas
Stork (1521), Persbyterian didirikan di Scotland (1560). Beberapa aliran lain
misalnya Mormon didirikan oleh Joseph Smith 1830, Saksi Yehovah oleh Charles
Taze Russell (1852-1916). Atau yang baru-baru ini Unification Church didirikan
oleh Rev. Sun Myung Moon di Korea.
Sedangkan
Gereja Katolik didirikan oleh Kristus di Jerusalem sekitar tahun 30 AD. Siapa
dari para pendiri ini yang sudah dinubuatkan oleh para nabi di Perjanjian Lama?
Hanya Yesus Kristus.
Lihat Katekismus Gereja Katolik 760, “Dunia diciptakan demi Gereja”, …Allah
menciptakan dunia supaya mengambil bagian dalam kehidupan ilahiNya.
Keikutsertaan ini terjadi karena manusia-manusia dikumpulkan dalam Kristus dan
‘kumpulan’ ini adalah Gereja. Gereja adalah tujuan dari segala sesuatu…”
Katekismus Gereja Katolik 962, “Kita percaya akan persekutuan semua warga
beriman Kristen: mereka yang berziarah di dunia ini; mereka yang dimurnikan,
setelah mengakhiri kehidupannya di dunia ini; dan mereka, yang menikmati
kebahagiaan surgawi; semua membentuk satu Gereja….”
Lihat Lumen Gentium 21, “Untuk menunaikan tugas-tugas yang semulia
itu para rasul diperkaya dengan pencurahan istimewa Roh Kudus, yang turun dari
Kristus atas diri mereka (lih. Kis 1:8; 2:4; Yoh 20:22-23). Dengan penumpangan
tangan mereka sendiri meneruskan kurnia rohani itu kepada para pembantu mereka
(lih. 1Tim 4:14; 2Tim 1:6-7). Kurnia itu sampai sekarang disampaikan melalui tahbisan
Uskup.”
Lihat Katekismus Gereja Katolik, 74, “Allah menghendaki supaya semua orang
diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran” (1Tim 2:4), artinya
supaya semua orang mengenal Yesus Kristus. Karena itu Kristus harus diwartakan
sepada semua bangsa dan manusia dan wahyu mesti sampai ke batas-batas dun Lihat
Katekismus Gereja Katolik, 75, “Maka Kristus Tuhan, yang menjadi kepenuhan
seluruh wahyu Allah yang Mahatinggi (lih. 2Kor1:30;3:16-4-6), memerintahkan
kepada para Rasul, supaya Injil, yang dahulu telah dijanjikan melalui para nabi
dan dipenuhi oleh-Nya serta dimaklumkan-Nya sendiri, mereka wartakan kepada
semua orang, sebagai sumber segala kebenaran yang menyelamatkan serta ajaran
kesusilaan, dan dengan demikian dibagi-bagikan karunia-karunia ilahi kepada
mereka.” (Dei Verbum, Dokumen Vatikan II,7)
Lihat Katekismus Gereja Katolik, 76,
Sesuai dengan kehendak Allah terjadilah pengalihan Injil atas dua cara:— secara
lisan “oleh para Rasul, yang dalam pewartaan lisan, dengan teladan serta
penetapan-penetapan meneruskan entah apa yang mereka terima dari mulut,
pergaulan, dan karya Kristus sendiri, entah apa yang atas dorongan Roh Kudus
telah mereka pelajari”,— secara tertulis, “oleh para Rasul dan tokoh-tokoh
rasuli, yang atas ilham Roh Kudus itu juga telah membukukan amanat keselamatan
“(Dei Verbum, Dokumen Vatikan II,7 ).
Katekismus Gereja Katolik, 107, “Kitab-kitab yang diinspirasi (tersebut)
mengajarkan kebenaran. ‘Oleh sebab itu, segala sesuatu yang dinyatakan oleh
para pengarang yang diilhami …(penulis suci), harus dipandang sebagai
pernyataan Roh Kudus.”
Lihat Katekismus Gereja Katolik, 82, “Dengan demikian maka Gereja, yang
dipercayakan untuk meneruskan dan menjelaskan wahyu, “menimba kepastiannya
tentang segala sesuatu yang diwahyukan bukan hanya melalui Kitab Suci. Maka
dari itu keduanya (baik Tradisi maupun kitab suci) harus diterima dan dihormati
dengan cita rasa kesalehan dan hormat yang sama” (Dei Verbum, 9)
Lihat Katekismus Gereja Katolik, 82, “Dengan demikian maka Gereja, yang
dipercayakan untuk meneruskan dan menjelaskan wahyu, “menimba kepastiannya
tentang segala sesuatu yang diwahyukan bukan hanya melalui Kitab Suci. Maka
dari itu keduanya (baik Tradisi maupun kitab suci) harus diterima dan dihormati
dengan cita rasa kesalehan dan hormat yang sama” (Dei Verbum, 9)
Lihat Dei Verbum, 25, “Begitu pula Konsili suci mendesak dengan sangat dan
istimewa semua orang beriman, terutama para religius, supaya dengan sering kali
membaca kitab-kitab ilahi memperoleh “pengertian yang mulia akan Yesus Kristus”
(Flp3:8). “Sebab tidak mengenal Alkitab berarti tidak mengenal Kristus”
Lihat Katekismus Gereja Katolik 599-623, 602 dan 603,”Kamu tahu, bahwa kamu
telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia,… telah ditebus dengan darah yang
mahal yaitu darah Kristus, yang sama seperti darah anak domba yang tidak
bernoda dan tak bercacat… (1Ptr 1:18-20) Dosa-dosa manusia yang menyusul dosa
asal dihukum dengan kematian. Dengan mengutus PuteraNya yang tunggal dalam rupa
seorang hamba, dalam kodrat manusia yang jatuh dan yang diserahkan kepada
kematian karena dosa… dengan cara demikian Allah sudah membuatNya solider
dengan kita, orang berdosa, maka “Ia tidak menyayangkan anakNya sendiri, tetapi
menyerahkanNya bagi kita semua” (Rom 8: 32), sehingga kita diperdamaikan dengan
Allah oleh kematian AnakNya” (Rm 5:10).
KGK 620,
“Keselamatan kita bersumber pada prakarsa cinta Allah terhadap kita, karena Ia
“telah mengasihi kita dan telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi
dosa-dosa kita” (1Yoh 4:10) “Allah mendamaikan dunia dengan diriNya oleh
Kristus.”
Lihat KGK 956, “…Sebab karena para
penghuni surga bersatu lebih erat dengan Kristus, mereka lebih meneguhkan
seluruh Gereja dalam kesuciannya, mereka menambah keagungan ibadat kepada
Allah, yang dilaksanakan oleh Gereja di dunia…”
KGK 2683,
“Saksi- saksi yang sudah mendahului kita masuk Kerajaan Allah, terutama para
‘kudus’ yang sudah diakui Gereja, turut serta dalam tradisi doa yang hidup dengan
perantaraan contoh hidupnya, dengan menyumbangkan tulisan-tulisannya dan dengan
doanya sekarang ini…. Doa syafaatnya adalah pelayanan yang tertinggi bagi
rencana Allah. Kita dapat dan harus memohon mereka, supaya membela kita dan
seluruh dunia.”
KGK 2692,”Gereja
penziarah bersatu dalam doanya dengan doa para kudus, yang doa syafaatnya
Gereja minta.”
Lihat KGK 490-511, 963- 975: 490,
“Karena Maria dipilih menjadi bunda Penebus, maka ia dianugerahi
karunia-karunia yang layak untuk tugas yang sekian luhur” (LG 56)… Supaya dapat
memberikan persetujuan imannya kepada pernyataan panggilannya, ia harus
dipenuhi seluruhnya oleh rahmat Allah.”
KGK 492,
“Bahwa Maria ’sejak pertama ia dikandung, dikaruniai cahaya kekudusan yang
istimewa” (LG 56), hanya terjadi berkat jasa Kristus: “Karena pahala Puteranya,
ia ditebus secara lebih unggul (LG 53)… Bapa memberkati dia dengan segala
berkat RohNya oleh persekutuan dengan Kristus di dalam surga” (Ef 1:3). Allah
telah memilih dia sebelum dunia dijadikan, supaya ia kudus dan tidak bercacat
di hadapanNya (lih. Ef 1:4 dan Luk 1:28-37).
KGK 963-
975: 963, “Ia (Maria) memang Bunda para anggota (Kristus)… karena dengan cinta
kasih ia menyumbangkan kerja samanya, supaya dalam Gereja lahirlah kaum
beriman, yang menjadi anggota Kepala itu…”
KGK 964,
“Tugas Maria terhadap Gereja tidak bisa dipisahkan dari persatuannya dengan
Kristus, tetapi langsung berasal darinya. “Adapun persatuan Bunda dengan
PuteraNya dalam karya penyelamatan itu terungkap sejak saat Kristus dikandung
oleh santa Perawan hingga wafatNya” (LG 57)…
KGK 975,
“…Bunda Allah tersuci, Hawa yang baru, Bunda Gereja, melanjutkan di dalam surga
keibuannya terhadap anggota-anggota Kristus.”
Lihat KGK 947, “Jadi milik Kristus
dibagi-bagikan sepada semua anggota, dan pembagian ini terjadi oleh Sakramen-
sakramen Gereja”.
Lihat KGK 1812, “Kebajikan manusia
berakar dalam kebajikan ilahi, yang memungkinkan kemampuan manusiawi mengambil
bagian dalam kodrat ilahi. Karena kebijakan ilahi (iman, harapan dan kasih)
langsung berhubungan dengan Allah. Mereka memungkinkan orang kristen, supaya
hidup dalam hubungan dengan Tritunggal Mahakudus. Mereka memiliki Allah yang
Esa dan Tritunggal sebagai asal, sebab dan objek.” Sebagai asal, karena
kebajikan berasal dari Allah; sebagai sebab, karena Allah yang menyebabkan kita
dapat berbuat kebajikan; sebagai objek, karena kebajikan itu ditujukan kepada
Tuhan dan sesama yang di dalamnya kita melihat Tuhan sendiri.
Lihat KGK 1849, “Dosa adalah suatu
pelanggaran terhadap akal budi, kebenaran dan hati nurani yang baik; ia adalah
suatu kesalahan terhadap kasih yang benar terhadap Allah dan sesama atas dasar
satu ketergantungan yang tidak normal kepada barang-barang tertentu…Ia
didefinisikan sebagai ‘kata, perbuatan atau keinginan yang bertentangan dengan
hukum abadi”
KGK 1850,
“Dosa adalah satu penghinaan terhadap Allah…. Dosa memberontak terhadap kasih
Allah kepada kita dan membalikkan hati kita dari Dia. Seperti dosa perdana, ia
adalah ketidaktaatan, suatu pemberontakan terhadap Allah…”